Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung: Hukuman Kebiri Kimia Masih Banyak Pro dan Kontra

Kompas.com - 28/12/2021, 13:56 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana mengatakan, hukuman kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak memunculkan pro dan kontra di berbagai kalangan.

Peraturan hukuman kebiri kimia itu diatur dalam PP Nomor 70 Tahun 2020 yang merupakan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

"Sejak terbit peraturan pemerintah a quo telah muncul beragam pendapat dari berbagai kalangan," kata Fadil dalam diskusi publik daring yang diselenggarakan Universitas Pakuan, Selasa (28/12/2021).

Fadil mengungkapkan, ada pihak yang mendukung PP Nomor 70/2020 karena menilai aturan tersebut cukup kuat untuk mencegah kekerasan seksual pada anak.

Baca juga: 8 Negara yang Terapkan Hukuman Kebiri Kimia, Termasuk Indonesia

Selain itu, kekerasan seksual pada anak merupakan kejahatan luar biasa.

"Sehingga keputusan pemerintah menerbitkan PP tersebut merupakan implementasi atas amanat UU Nomor 17 Tahun 2016. Serta regulasi a quo memiliki nilai preventif lebih tinggi. Selain membuat orang lain tidak melakukan hal serupa, masyarakat juga dapat lebih hati-hati jika akan mempekerjakan mantan terpidana pelecehan seksual terhadap anak," ujarnya.

Di lain sisi, lanjut Fadil, ada pihak yang menyatakan aturan tersebut menimbulkan sejumlah persoalan.

Misalnya, tidak mengatur cara komprehensif, jelas, dan detail mengenai proses pelaksaanaan, pengawasan, dan pendanaan pelaksanaan kebiri kimia.

"Terlebih terdapat kemungkinan terpidana dengan putusan peninjauan kembali, diinyatakan tidak bersalah melakukan tindak pidana. Apakah terdapat mekanisme rehabilitasi dan atau ganti kerugian terhadap terpidana yang sudah terlanjur dieksekusi," ucapnya.

Baca juga: Apa Itu Hukuman Kebiri bagi Pelaku Kejahatan Seksual?

Selain itu, Fadil menuturkan, ikatan profesi dokter menolak mengekseksui hukuman kebiri kimia.

Alasannya, karena bertentangan dengan kode etik dan disiplin profesi kedokteran yang berlaku universal.

"Dokter-dokter yang tak tergabung dengan IDI juga terikat dengan etika ini. Begitu pula dokter kepolisian dan militer, sekalipun PP Nomor 70/2020 terdapat beberapa ketentuan yang melibatkan petugas di bidang medis dan psikiatri," katanya.

Baca juga: Guru Pesantren di Bandung Perkosa 12 Santriwati Terancam Dihukum Kebiri, Seperti Apa Hukuman Ini?

Fadil mengatakan, kejaksaan sendiri telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana Persetubuhan terhadap Anak dan Tindak Pidana Perbuatan Cabul terhadap Anak.

Menurutnya, hal ini sebegai salah satu bentuk dukungan dari lembaga dan penegak hukum terhadap regulasi yang ada.

"Penguatan regulasi dan kebijakan kriminal di bidang perlindungan anak tentunya harus didukung dengan kesiapan lembaga dan profesionalitas aparat penegak hukum sebagai sistem peradilan pidana untuk melaksanakan mekanisme peradilan pidana secara terpadu dengan tetap memperhatikan prinsip kepastian hukum, keadilan, serta perlindungan hak asasi baik bagi korban maupun pelaku tindak pidana," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com