HAMPIR seharian di hari itu, sejak sebelum subuh saya dan Tim sudah bersiap untuk mewawancarai Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Dudung Abdurachman di Markas Besar TNI AD (Mabesad) di kawasan Monas Jakarta Pusat. sekitar pukul 6 pagi, kami tiba di Mabesad. Sejumlah perwira militer juga tengah bersiap untuk melakukan upacara.
Tak berapa lama, Jenderal Dudung datang. Upacara jajar kehormatan telah disiapkan untuk dijalankan. Satu hal yang saya belum pernah melihat sebelumnya, satu persatu pakaian prajurit berpangkat Prada dan Pratu, diperiksa oleh Sang Jenderal. Bukan hanya soal kerapian, tetapi dari mana ia membeli baju, sendiri atau lewat kesatuan.
Baca juga: Dudung Abdurachman Minta Prajurut TNI AD Netral Jelang Tahun Politik
"Selayaknya para prajurit, tidak membeli pakaian sendiri, tetapi harus disiapkan oleh negara, dan itu menjadi tugas saya untuk menyiapkan!" ungkapnya kepada saya secara eksklusif di Program AIMAN yang tayang di Kompas TV setiap hari Senin, pukul 8 malam.
Saya kemudian diajak ke ruangan "sakral" yang belum pernah dimasuki wartawan sekalipun. Ruang kerja utama Sang Jenderal di Mabesad. Saya berpikir ruangan yang sangat luas, ternyata hanya terdiri dari dua ruangan sedang untuk bekerja dan rapat, dan satu kamar untuk berganti pakaian dan kamar mandi.
Yang mencuri perhatian saya adalah layar-layar yang terpampang di ruangan Sang Jenderal. Saya tanyakan, "Apa ini, Jenderal?" merujuk pada satu layar yang berisi grafik piramida.
Sang Jenderal menjawab, itu adalah posisi jabatan para prajurit TNI AD, dari atas (jenderal) sampai terbawah, prajurit dua (Prada).
Sebegitu pentingnya jenjang karier ratusan ribu Prajurit TNI AD, sehingga ada satu layar yang khusus memampang informasi tentangnya. Bagaimana pengembangannya, bagaimana kendalanya, dan bagaimana solusinya. Di sisi lain, ada pula tiga layar lainnya, yang saya tunjukkan di tayangan AIMAN.
Hari itu, saya berencana ikut Jenderal Dudung untuk menghadiri ulang tahun Divisi I Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) yang berlokasi di Cilodong, Depok, Jawa Barat. Saya pergi bersama Sang Jenderal menuju ke sana.
Di perjalanan saya berbicara ngalor-ngidul, soal kiprah selama ini Jenderal Dudung, yang memiliki warna, terkadang punya konsekuensi pro dan kontra, tapi tetap dijalankan, bagaikan tak berhenti menantang badai.
Saya bertanya soal patung Pak Harto, Pak Nasution, dan Pak Sarwo Edhie, yang "hilang" dari Museum Kostrad, saat dirinya menjadi Pangkostrad. Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sempat mengatakan PKI sudah merasuk ke tubuh TNI terkait hal itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.