"Banyak alutsista kita memang karena keterpaksaan dan karena kita mengutamakan pembangunan kesejahteraan kita belum modernisasi lebih cepat," ucap dia.
Baca juga: Pesan Komandan Nanggala-402 dan Janji Prabowo Modernisasi Alutsista TNI
Di sisi lain, Prabowo menyebut, peristiwa Nanggala-402 menunjukkan betapa rumitnya pekerjaan mengelola pertahanan negara.
Menurut dia, pengelolaan pertahanan negara setidaknya mengandung tiga unsur yang sangat krusial.
"Jadi memang kejadian ini juga menggarisbawahi bahwa memang pertahanan negara adalah suatu pekerjaan yang sangat rumit, memerlukan suatu teknologi yang sangat tinggi dan mengandung unsur bahaya," kata dia.
Prabowo menilai, ketiga unsur dalam pengelolaan pertahanan negara tersebut berlaku di tiga aspek sekaligus, yakni darat, udara, dan laut.
Dalam mematangkan pengelolaan pertahanan negara tersebut, kata Prabowo, TNI harus selalu dalam kondisi siap tempur.
Baca juga: Pernah Alami Blackout di KRI Nanggala-402, Komandan Seskoal: 10 Detik Merosot 90 Meter
Kondisi ini pun mengharuskan TNI aktif menggelar latihan sekalipun sangat berbahaya.
Di samping itu, faktor lain yang menjadi tantangan dalam pertahanan negara yakni betapa mahalnya harga alutsista.
Akibatnya, menurut Prabowo, pimpinan negara selalu dihadapkan dengan dilema antara mengutamakan pembangunan kesejahteraan masyarakat atau pembangunan pertahanan negara.
"Karena itu Presiden telah memerintahkan saya satu tahun yang lalu untuk bersama-sama pimpinan TNI menyusun suatu masterplan, rencana induk, 25 tahun yang memberi kepada kita suatu totalitas kemampuan pertahanan. Ini sedang kita rampungkan," ucap Prabowo.
Kiprah KRI Nanggala-402
Pada 40 tahun lalu, tepatnya di tahun 1981, kapal selam buatan Jerman itu tiba di Indonesia. Kapal tersebut diserahkan oleh Jerman pada 6 Juli 1981 bersama dengan Kapal Cakra.
Penyerahan tersebut dilakukan setelah kapal menempuh percobaan pelayaran dan penyelaman di Jerman Barat selama beberapa waktu
Kapal dibawa dari Jerman menuju perairan Indonesia oleh Letkol Laut Armand Aksyah bersama 38 orang kru menuju tanah air sekitar awal Agustus 1981. KRI Nanggala ketika itu diharapkan mampu menggantikan kapal selam buatan Rusia yang saat itu sudah tua.
Sebelum kehadiran Nanggala, Indonesia memiliki 12 kapal selam buatan Rusia, yang ketika itu hanya tinggal satu yang masih bisa beroperasi yakni KRI Pasopati.
Salah satu aktivitas kapal selam Nanggala-402 yang masih sempat tercatat adalah saat ia menjadi kapal selam yang diluncurkan saat sengketa Indonesia-Malaysia di Blok Ambalat.
Melansir Kompas.id, tugas KRI Nanggala pada Mei 2005 adalah menjadi ujung tombak atau bersiap-siap, jika terjadi apa-apa maka KRI Nanggala akan maju.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.