JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi menduga terdapat faktor yang membuat Indonesia akhirnya dengan "berat hati" melupakan rencana pembelian Sukhoi Su-35 buatan Rusia.
Menurutnya, salah satu yang membuat rencana tersebut ditinggalkan karena faktor instrumen hukum Amerika Serikat, yakni Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA)
Hal inilah yang kemudian diyakini menjadi pertimbangan tersendiri bagi Indonesia untuk melupakan Su-35 dan lebih memilih jet tempur Dassault Rafale asal Perancis dan F-15EX buatan Amerika Serikat.
"Saya kira potensi ancaman sanksi (CAATSA) memang harus dipertimbangkan. Namun, faktor biaya operasional dan negosiasi yang tak kunjung menunjukkan kemajuan signifikan menurut saya adalah pertimbangan utama," ujar Fahmi kepada Kompas.com, Kamis (23/12/2021).
Diketahui, CAATSA merupakan aturan yang disahkan pemerintahan AS ketika masih di bawah kepemimpinan Donald Trump. Lewat aturan ini, AS diketahui kerap memberikan sanksi kepada negara mitranya yang membeli alat utama sistem senjata (alutsista) dari Rusia.
Ketika Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berkunjung ke Pentagon, Amerika Serikat pada Oktober 2020 lalu, seorang pejabat senior pertahanan AS bahkan menyatakan bahwa negeri Paman Sam itu tengah berupaya meningkatan risiko CAATSA di dalam seluruh percakapan dengan Kemenhan.
Biaya tinggi
Selain itu, Fahmi mengatakan, gagalnya rencana pembelian Su-35 bukan juga karena faktor minimnya pengalaman Indonesia dalam mengoperasikan Sukhoi.
Tercatat, hingga kini Indonesia telah mengoperasikan dua jenis Sukhoi, yakni Su-27 dan Su-30.
Hanya saja, pemeliharaan dan perawatan kedua jet tempur ini dinilai berbiaya tinggi.
"Selama ini, pemeliharaan dan perawatannya memang bisa dibilang berbiaya tinggi. Untuk MRO (maintenance, repair and overhaul), kita bahkan harus bekerjasama dengan negara ketiga yaitu Belarus," terang Fahmi.
Meski demikian, Fahmi menyebut bahwa opsi Rafale dan F-15EX merupakan pilihan paling masuk akal guna menguatkan posisi Indonesia di kawasan Indo-Pasifik, termasuk mempertebal kekuatan pertahanan udara Tanah Air.
"Namun apa pun yang kita pilih tetap harus memperhatikan dan mempertimbangkan aspek investasi, transfer teknologi dan dampaknya bagi pengembangan industri pertahanan dalam negeri," terang Fahmi.
Pilih Rafale dan F-15 EX
Diberitakan, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo menyatakan dengan berat hati meninggalkan rencana pembelian jet tempur Su-35.
Baca juga: Mantap Pilih Rafale dan F-15EX, TNI AU Siapkan 3 Skuadron Khusus Jet Tempur Generasi 4,5
Hal itu lantaran Indonesia kini telah mengerucut pada dua jet tempur yang masuk dalam rencana belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) besar-besaran, yakni Dassault Rafale dan F-15 EX.
"Mengenai Sukhoi 35 dengan berat hati ya kita harus sudah meninggalkan perencanaan itu," ujar Fadjar di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (22/12/2021).
Di sisi lain, Indonesia diketahui berencana memboyong 36 jet Rafale dan 8 unit F-15 EX. Isu rencana pembelian pesawat ini sudah menghangat sejak setahun terakhir ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.