Vaksin Nusantara ini digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Pengembangan vaksin tersebut dilakukan dengan metode sel dendritik (dendritic cell) autolog atau komponen sel darah putih yang disebut menjadi yang pertama kali di dunia untuk Covid-19.
Dalam prosesnya, vaksin ini mendapat banyak kritik dari berbagai pihak.
Baca juga: Kemenkes Sebut Vaksin Nusantara Tak Bisa Dikomersialkan
Ahli Biomolekuler dan Vaksinolog Ines Atmosukarto mengatakan, vaksin Nusantara datanya diduga belum terlihat. Data uji klinis I belum terlihat dan belum di-update ke data uji klinis global.
Menurut Ines, ada prosedur yang harus dilewati, yakni mendapat izin dari Komite Etik, setiap protokol uji klinis dapat izin dari mereka.
Ia juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberhentikan perizinan pengembangan vaksin tersebut jika ada aturan yang tidak sesuai.
Kemudian, pada 8 Maret 2021, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK), Universitas Gadjah Mada (UGM) memutuskan untuk mengundurkan diri dari tim penelitian vaksin Nusantara.
Baca juga: Disuntik Terawan Vaksin Nusantara, Moeldoko: Biarlah Saya Ikut Coba Dulu
Sebab, para peneliti tidak dilibatkan dalam proses uji klinis, termasuk dalam penyusunan protokol.
"Kami baru tahu saat itu muncul di media massa bahwa itu dikembangkan di Semarang, kemudian disebutkan dalam pengembangannya melibatkan tim dari UGM," ujar Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan Yodi Mahendradhata dalam keterangan tertulis Humas UGM.
Sementara itu, Kepala BPOM Penny Lukito juga sempat memberikan pernyataan setelah selesai meninjau hasil uji klinis I vaksin Nusantara.
"Saya hanya memberikan komentar bahwa data yang diberikan tadi tidak sama dengan data yang diberikan kepada BPOM dan kami sudah melakukan evaluasi," ucap dia.
Penny mengatakan, BPOM sudah menyerahkan hasil peninjauan atas uji klinis tersebut pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan tim peneliti vaksin di Semarang.
Baca juga: [HOAKS] Vaksin Nusantara Sudah Dipesan Turki 5,2 Juta Dosis
Polemik vaksin Nusantara diakhiri pemerintah dengan penandatanganan nota kesepahaman penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dendritik pada 19 April 2021
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dihadiri Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito.
Penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan imunitas terhadap virus SARS-CoV-2 itu digadang-gadang tidak untuk dikomersialkan.
"(Penelitian) bersifat autologus yang hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar," demikian keterangan tertulis Dinas Penerangan Angkatan Darat (Dispenad), Senin.
Penelitian ini nantinya akan dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
Baca juga: Vaksin Nusantara Jadi Opsi Booster Vaksin Covid-19 atas Arahan Presiden Jokowi
Selain itu, penelitian ini diyakini akan memedomani kaidah penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Tak hanya itu, penelitian ini juga bukan kelanjutan dari penelitian vaksin Nusantara yang terhenti sementara karena kaidah ilmiah yang tak terpenuhi.
"Penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari uji klinis adaptif fase 1 vaksin yang berasal dari sel dendritik autolog yang sebelumnya diinkubasi dengan spike protein Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS-CoV-2) pada subyek yang tidak terinfeksi Covid-19 dan tidak terdapat antibodi antiSARS-CoV-2," tulis keterangan tertulis tersebut.