JAKARTA, KOMPAS.com - Video viral mengenai antrean panjang penumpang pesawat yang menunggu tempat karantina pada awal pekan ini mengungkap kembali modus-modus mafia karantina yang juga menyasar para pekerja migran Indonesia (PMI).
Di dalam video yang diambil oleh seorang perempuan di Bandara Soekarno Hatta tersebut menunjukkan, sebagian besar antrean merupakan PMI dan banyak pula calo-calo yang beraksi di bandara menawarkan karantina dengan membayar dalam dalam jumlah tertentu.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, sejumlah PMI sudah melaporkan hal ini kepada mereka.
Baca juga: Migrant Care Sebut Pungli-Pemalakan kepada PMI di Wisma Atlet Nampaknya Sudah Biasa...
Meski tak mengungkapkan berapa jumlah laporan tersebut, menurutnya perilaku yang dialami oleh para PMI bukan hal yang baru.
"Yang terjadi ada pelaporan diskriminatif ke teman-teman pekerja migran yang pulang. Dan saya kira ini lagu lama dari pelayanan publik Indonesia di mana pekerja migrannya selalu dianggap warga negara plus dua, yang kalau ingin mendapat layanan harus mengeluarkan tambahan biaya," kata Wahyu ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (23/12/2021).
Untuk lebih jelasnya, berikut adalah fakta-fakta modus pemalakan oleh mafia karantina yang dialami oleh pekerja migran:
Dimintai Rp 4 juta dan tak karantina
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menceritakan, kasus terbaru pungutan liar (pungli) yang dialami oleh pekerja migran baru terjadi pekan lalu.
Ia menjelaskan, salah seorang PMI yang baru pulang dari Hong Kong dimintai uang Rp 4 juta dari petugas yang berada di Bandara Soekarno Hatta.
"Saya lupa ada berapa kasus. Namun pekan lalu kami menangani kasus, ada teman (pekerja migran) pulang dari Hong Kong, itu harusnya karantina, tapi dia dipalak Rp 4 juta kemudian tidak karantina," jelas Anis.
Baca juga: Migrant Care Duga Ada Persoalan Tata Kelola Sehingga Banyak PMI Antre untuk Karantina di Wisma Atlet
Ia menjelaskan, pekerja migran tersebut sempat dibawa ke Wisma Atlet, namun tidak melakukan karantina di sana.
"Paspor ditahan oleh petugas, beberapa hari lalu kami mendatangi lagi untuk meminta paspornya," kata Anis.
Tak berani melapor
Anis pun mengaku telah beberapa kali mendapatkan aduan serupa dan mendampingi kasus pungli oleh mafia karantina yang dialami oleh para pekerja migran.
Ia menduga, sebenarnya kasus pungli tersebut tak hanya dialami beberapa namun banyak pekerja migran.
"Banyak sekali dari mereka yang tidak berani speak up, ketakutan, karena korbannya dikriminalisasi seperti Rachel (Vennya). Padahal pekerja migran ini korban praktik koruptif aparat, yang sering disebut oknum. Orangnya banyak, kok oknum terus," kata Anis.
"Nampaknya kalau dilihat, kasus ini biasa terjadi di Wisma Atlet. Negosiasi harga, pungli, pemalakan, seperti kasus selebgram beberapa waktu lalu," ujar dia.
Masalah tata kelola
Anis menjelaskan, maraknya aksi pungutan yang dialami oleh para pekerja migran menunjukkan ada permasalahan tata kelola pada Satgas Covid-19 serta kementerian/lembaga terkait.
Baca juga: Ironi Kelakuan Wisatawan dari Luar Negeri, Minta Karantina Gratis tetapi Berpenampilan Glamor
Ia mengatakan, tidak ada yang mengontrol terkait arus jumlah PMI yang pulang ke Indonesia dan ketersediaan tempat di Wisma Atlet yang menimbulkan ketidakpastian bagi para pekerja migran tersebut.
Ia pun mengatakan, hingga saat ini tidak pernah dilakukan evaluasi yang melibatkan masyarakat sipil dalam tata kelola karantina para pekerja migran.
"Nah selama ini tidak ada evaluasi, seharusnya, setiap tiga bulan sekali, atau setiap ada kasus ada evaluasi. Evaluasi ini tidak dilakukan selama ini. Tidak pernah melibatkan masyarakat sipil dalam evaluasi tata kelola karantina," ujar Anis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.