JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menilai, banyak kasus pungutan liar (pungli) yang dialami pekerja migran Indonesia (PMI) saat menjalani karantina usai pulang dari luar negeri.
Meski demikian, jumlah aduan yang diterima mereka tidak sebanyak kejadian yang terjadi di lapangan. Menurut dia, para PMI khawatir mendapat hukuman karena menyetorkan pungli tersebut.
"Nampaknya kalau melihat kasus itu biasa di Wisma Atlet negosiasi harga, pungli, pemalakan, seperti kasus selebgram beberapa waktu lalu," kata Anis ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (22/12/2021).
Ia menambahkan, beberapa waktu lalu dirinya mendapat laporan terkait pungli yang dialami oleh PMI. PMI tersebut diketahui baru pulang dari Hong Kong dan dimintai uang Rp 4 juta oleh oknum petugas di Bandara Soekarno Hatta.
"Saya lupa ada berapa kasus. Namun pekan lalu kami menangani kasus, ada teman (pekerja migran) pulang dari Hong Kong, itu harusnya karantina, tapi dia dipalak Rp 4 juta kemudian tidak karantina," ujar Anis.
Baca juga: Satgas Covid-19 Tegaskan Karantina Terpusat Hanya Gratis untuk Pekerja Migran, Pelajar, dan ASN
Awal pekan ini, ramai diberitakan mengenai video yang menunjukkan antrian panjang para penumpang di Bandara Soekarno sedang mengantre untuk mendapatkan tempat karantina kesehatan usai pulang dari luar negeri.
Perempuan yang mengambil video tersebut selain mengungkapkan sebagian besar penumpang yang antri adalah pekerja migran, juga mengungkapkan banyak calo yang menawarkan karantina kesehatan di hotel.
Tak tanggung-tanggung, dia mengeklaim bahwa harga yang ditawarkan oleh calo untuk satu penumpang pesawat mencapai Rp 19 juta.
"Banyak calo-calo tadi membujuk-bujuk kita supaya di hotel, ya Bu," katanya kepada seorang perempuan yang ada di sebelahnya.
"Betul," jawab perempuan lain.
Baca juga: Pekerja Migran Antre Berjam-jam untuk Karantina, Pihak Wisma Atlet: Keterisian Kamar Masih Normal
"Itu hotel Rp 19 juta (untuk) satu orang, gila. Bener-bener nih mafianya luar biasa. Tolong diviralkan ya abang-abang, mpok-mpok, kakak-kakak, adik-adik, biar pemerintah melek deh," urai perekam video.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo pun menilai, kejadian yang dialami oleh para PMI tersebut diskriminatif.
Ia mengungkapkan, sebenarnya kasus serupa yang membuat para pekerja migran terlantar menunggu tempat karantina telah terjadi beberapa kali.
"Yang terjadi ada pelaporan diskriminatif ke teman-teman pekerja migran yang pulang. Dan saya kira ini lagu lama dari pelayanan publik Indonesia di mana pekerja migrannya selalu dianggap warga negara plus dua, yang kalau ingin mendapat layanan harus mengeluarkan tambahan biaya," kata Wahyu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.