Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Anies Naikkan UMP 2022, Adakah Sanksi bagi Kepala Daerah yang Tak Patuh Aturan?

Kompas.com - 22/12/2021, 12:29 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik kenaikan nilai upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta oleh Gubernur DKI Anies Baswedan masih terus berlanjut.

Sebagaimana diketahui, UMP DKI Jakarta tahun 2022 dinaikkan sebesar 5,1 persen atau Rp 225.667 menjadi Rp 4.641.854.

Sementara, UMP 2021 DKI Jakarta berada di angka Rp 4.416.186.

Langkah Anies menaikkan UMP ini merupakan revisi dari keputusan sebelumnya. Pada pertengahan November lalu Anies sempat menaikkan UMP sekitar 0,85 persen atau sekira Rp 38.000 sebelum kemudian meralatnya. 

Baca juga: Kemenaker Sayangkan Keputusan Gubernur Anies Baswedan Naikkan UMP DKI Jadi 5,1 Persen

Anies mengatakan, keputusan menaikkan UMP DKI Jakarta menjunjung asas keadilan bagi pihak pekerja, perusahaan dan pemprov DKI Jakarta.

“Dengan kenaikan Rp 225 ribu per bulan, maka saudara-saudara kita, para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari. Yang lebih penting adalah melalui kenaikan UMP yang layak ini, kami berharap daya beli masyarakat atau pekerja tidak turun,” kata Anies melalui keterangan tertulis, Sabtu (18/12/2021). 

Baca juga: Kemendagri Telusuri Dugaan Pelanggaran Anies karena Naikkan UMP DKI 2022

Tuai kritik

Langkah Anies menaikkan UMP itu menuai kritik sejumlah pihak. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) misalnya, menyayangkan keputusan Anies itu.

Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Harahap mengatakan, penetapan UMP yang dilakukan Anies tidak sesuai dengan regulasi yang ada, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Adapun PP itu merupakan aturan pelaksana UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Massa buruh menggelar aksi demonstrasi di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (8/12/2021).KOMPAS.com/ Tria Sutrisna Massa buruh menggelar aksi demonstrasi di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (8/12/2021).

Chairul menyebut, Kemnaker bersama kepala daerah harusnya tunduk dan taat melaksanakan UU dan aturan pelaksananya.

“Pelaksanaan yang ditetapkan tidak sesuai perundang-undangan berarti bertentangan dengan UU atau tidak sesuai dengan regulasi yang diatur,” kata Chairul.

Penolakan atas keputusan Anies juga disampaikan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Apindo bahkan mengimbau seluruh perusahaan di DKI Jakarta tidak mengikuti UMP yang ditetapkan Anies.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menilai, kenaikan upah itu melanggar PP Nomor 36 tahun 2021, sehingga pihaknya bakal menggugat Anies ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca juga: Asosiasi Serikat Pekerja Siap Pasang Badan untuk Anies soal UMP DKI 2022 Naik 5,1 Persen

Bisa dikenai sanksi

Terkait hal ini, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, akan ada sanksi bagi kepala daerah yang tidak menetapkan upah minimum sesuai dengan keputusan pemerintah pusat.

Sanksi ini diatur oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengacu pada peraturan perundang-undangan.

"Saya kira ini mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri adalah ketentuan yang ada di Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014," jelasnya melalui konferensi pers virtual, Selasa (16/11/2021).

Ida menjelaskan, penetapan upah minimum merupakan bagian dari proyek strategis nasional. Sementara, dalam UU disebutkan bahwa salah satu kewajiban kepala daerah yakni melaksanakan program tersebut.

Oleh karenanya, kepala daerah yang tak menetapkan UMP sesuai keputusan pemerintah bisa dianggap tidak melaksanakan proyek strategis nasional.

Pasal 68 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Kemudian, pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa teguran tertulis maksimal disampaikan 2 kali berturut-turut.

Apabila teguran tak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama 3 bulan.

"Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah," bunyi Ayat (3) Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com