JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pertimbangan jaksa melakukan tuntutan pidana untuk setiap perkara tidak dapat disamakan antara satu perkara dengan perkara lainnya.
Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri merespons pernyataan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju yang menbandingkan tuntutannya dengan tuntutan yang pernah diberikan kepada eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.
"Pertimbangan amar tuntutan pidana setiap perkara tentu tidak dapat disamakan satu dengan yang lainnya karena tentu ada perbedaan fakta persidangan, alasan memberatkan, maupun meringankan atas diri terdakwa," ujar Ali, melalui keterangan tertulis, Selasa (21/12/2021).
Baca juga: Saat Eks Penyidik KPK Seret Nama Lili Pintauli: Dia Harus Masuk Penjara!
Menurut Ali, keterbukaan Robin dalam menerangkan kasus yang diduga melibatkan mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin di depan Majelis Hakim bisa menjadi salah satu faktor yang meringakan.
Namun, sejauh persidengan berlangsung, KPK menilai Robin seakan-akan menutupi peran kader partai Golkar tersebut.
"Akan tetapi terdakwa Stepanus Robin Pattuju di depan majelis hakim justru sebaliknya.
Malah diduga sengaja menutupi peran dari pihak lain dalam hal terdakwa Azis Syamsuddin," ucap Ali
"Kami berharap Majelis Hakim akan memutus perkara ini sebagaimana amar tuntutan tim Jaksa," imbuhnya.
Baca juga: Eks Penyidik KPK Mengaku Terima Uang Terkait Perkara, tetapi Menganggapnya Penipuan
Robin merasa bahwa tuntutan 12 tahun penjara yang diajukan jaksa tidak adil, karena Juliari yang menerima Rp 32 miliar dari dana bantuan sosial dituntut dengan pidana penjara yang sama.
“Saya merasakan ketidakadilan, di mana menteri tersebut adalah mantan menteri yang jelas-jelas memiliki jabatan dan kewenangan terkait dengan pekerjaannya,” tutur Robin dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/12/2021).
“Dengan jabatan dan kewenangannya menerima uang suap sebesar puluhan miliar yang 16 kali lipat dari yang saya terima,” sambung dia.
Robin beralasan hanya seorang penyidik KPK yang melakukan penipuan pada para penyuapnya. Ia juga menuturkan tak punya kewenangan pada perkara-perkara yang diselidiki KPK.
“Saya hanya memanfaatkan jabatan saya sebagai penyidik KPK,” tutur dia.
Terakhir, Robin meminta agar majelis hakim menjatuhkan vonis ringan pada dirinya.
“Karena saya memiliki tanggungan keluarga dan saya belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya seumur hidup pengabdian saya sebagai anggota Polri,” pungkas dia.
Dalam perkara ini jaksa menilai Robin terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perkara di KPK.
Pengurusan perkara itu diduga dilakukannya dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain.
Jaksa juga mengatakan Robin dan Maskur terbukti menerima uang suap senilai Rp 11,5 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.