Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Presidential Threshold Dihapus Tak Pengaruhi Kualitas Capres-Cawapres

Kompas.com - 21/12/2021, 06:00 WIB
Mutia Fauzia,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, bila akhirnya presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden dihapuskan atau menjadi nol persen, hal itu tak akan berpengaruh terhadap kualitas calon presiden atau calon wakil presiden yang diusung oleh partai politik (parpol).

Meski di sisi lain, PT nol persen bakal memberikan kesempatan yang lebih luas bagi parpol untuk mengusung sendiri pasangan calonnya.

"Kalau menurut kami sebaiknya tidak perlu ada ambang batas pencalonan presiden ini. Dengan dihapusnya ambang batas pencalonan presiden ini maka semua partai politik peserta pemilu bisa mengusung sendiri paslonnya," ujar Khoirunnisa ketika dihubungi Kompas.com, Senin (21/12/2021).

"Saya rasa tidak kemudian menjadikan calon-calon yang berkualitas, karena partai politik untuk bisa jadi peserta pemilu syaratnya sudah berat," sambungnya.

Baca juga: Pengamat: Presidential Threshold Diturunkan Nol Persen, Enggak Akan Banyak Juga Calonnya

Untuk diketahui, ketentuan mengenai presidential threshold tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.

Di dalam pasal 222 beleid tersebut, diatur pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik, minimal didukung 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Khoirunnisa menjelaskan, dengan ketentuan PT 20 persen yang berlaku saat ini, membatasi kemampuan parpol untuk mengusung kader-kader mereka dalam pencalonan presiden meski sudah melakukan persiapan.

Di sisi lain, ia pun menilai, ketetapan mengenai PT tak sesuai dengan konsep sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia.

"Dalam sistem presidensial yang kita anut, presiden dan DPR masing-masing dipilih oleh rakyat secara langsung. Sehingga institusi yang satu tidak menentukan pencalonan istitusi yang lainnya," jelas dia.

Baca juga: Presidential Threshold: Pengertian dan Sejarahnya dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia

Pada kesempatan terpisah, eks Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, ambang batas pencalonan presiden bertentangan dengan konstitusi.

Ia menilai, seharusnya sistem pemilihan selalu terbuka sehingga alternatif pilihan selalu tersedia.

"Jangan sengaja direkayasa untuk kepentingan kekuatan politik yang berkuasa, agar jumlah saingan dalam pemilu dapat dikontrol. Kedaulatan ada ditangan rakyat, jadi alternatif pilihan hendaknya penuh tersedia," kata dia kepada Kompas.com.

Pembahasan mengenai presidential threshold kembali menghangat setelah Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan presiden tersebut.

Gugatan itu diajukan oleh kuasa hukum Gatot, Refly Harun, dan Salman Darwis.

Baca juga: Dulu Golkan Angka 20 Persen Demi SBY, Kini Demokrat Minta Presidential Threshold 0 Persen

Menurut Refly, Pasal 222 UU Nomor 7/2017 itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (2), 6A Ayat (5), dan 6A Ayat (2) UUD 1945.

Hadar yang juga peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) pun mengatakan, sebenarnya, sistem konsitusi sudah mengatur secara lengkap mengenai pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum.

Ketentuan mengenai paslon presiden dan wakil presiden tersebut tertuang dalam pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

"Formula sistem pemilihan yang sudah diatur lengkap dan tegas dalam konstitusi yaitu paslon terpilih adalah yang memperoleh suara mayoritas mutlak atau lebih dari 50 persen dan dukungan merata (sekurang-kurangnya 20 persen suara di lebih dari separuh provinsi Indonesia) menjamin paslon terpilih adalah pilihan terbaik masyarakat. Kita tidak perlu ragu denan sistem ini, kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com