Sesama partai koalisi pemerintah di parlemen, Partai Nasdem juga menegaskan pihaknya menyepakati untuk tidak melakukan revisi UU Pemilu guna mengakomodasi wacana diturunkannya presidential threshold sebesar 0 persen.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa. Oleh karenanya, hingga kini aturan mengenai presidential threshold tetap 20 persen sesuai UU Pemilu yang berlaku.
"Enggak ada ruang mengubah 0 persen, dari 20 ke 0 persen itu enggak ada itu," kata Saan saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/12/2021).
Baca juga: UU Pemilu Tak Akan Direvisi untuk Wacana Presidential Threshold, Puan Minta Keputusan DPR Dihormati
Di pemilu sebelumnya pun Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai perlu adanya ambang batas pencalonan presiden.
Menurutnya, PT tetap diperlukan meski pemilu legislatif dan pemilu presiden berlangsung serentak.
"Lucu sekali kita. Terlalu sombong bebaskan PT itu. Jadi kalau ada nasib baik. Entah siapa dia jadi presiden, dia dapat pengawalan berdasarkan protokoler baru, kemudian kita bingung, siapa dia," kata Paloh saat ditemui di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Nasdem, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/5/2017).
PPP
Berikutnya, partai koalisi pemerintah di parlemen yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga menegaskan sikap serupa.
Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi mengatakan bahwa di DPR sejauh ini belum ada rencana untuk melakukan revisi UU Pemilu.
Hal itu menjadikan ketentuan UU Pemilu tetap berlaku, termasuk ketentuan mengenai PT 20 persen.
"Ketentuan UU Pemilu tetap berlaku, sepanjang menyangkut pasal-pasal yang tidak dibatalkan oleh MK," ungkapnya.
Selain itu, Awiek mengatakan bahwa adanya presidential threshold merupakan bentuk insentif atau penghargaan kepada partai politik yang sudah berjuang dalam Pemilu.
Kemudian, presidential threshold 20 persen juga bertujuan agar nantinya presiden terpilih tetap mendapatkan dukungan di parlemen dalam berbagai kebijakan.
Ketua Umum PPP Rommahurmuziy juga pada 2017 menganggap presidential threshold 0 persen sebuah lelucon dan tak ada jaminan penghematan biaya pemilu.
"Tentu menjadi lelucon, meminjam bahasa akhir-akhir ini, kalau threshold parlemen dinaikkan, justru presiden threshold ditiadakan. Menjadi lebih lelucon kalau 2019 kita miliki 12 calon presiden," kata Romy dalam keterangan tertulis, Minggu (30/7/2017) dikutip Tribunnews.com.
PAN
Berbeda dengan partai koalisi lainnya, Partai Amanat Nasional (PAN) justru memiliki sikap mendukung wacana presidential threshold 0 persen.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, partainya mendukung langkah sejumlah pihak yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapuskan ambang batas pencalonan presiden.
Baca juga: Presidential Threshold Memperkuat Sistem Pemerintahan di Indonesia
"Sikap PAN sudah jelas, presidential threshold 0 persen," kata Yoga saat dihubungi, Rabu (15/12/2021).
Sementara jelang Pemilu 2019, Fraksi PAN DPR memunculkan opsi jalan tengah karena PT 0 persen tidak diakomodir dalam pembahasan.
"Jika tidak 0 persen atau 20 persen, mungkin bisa di angka 10 persen," ujar Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto pada saat itu, Kamis (20/7/2017).
PKB
Partai koalisi pemerintah selanjutnya, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memiliki sikap agar presidential threshold 20 persen diturunkan.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengungkapkan, partainya sejak lama ingin ambang batas itu diturunkan dari angka 20 persen.
"Itu cita-cita PKB sejak awal, cita-cita kita itu tapi belum terlaksana karena enggak ada pembahasan undang-undang, cita-cita kita presidential threshold ya 5 persen, maksimal 10 persen," kata Muhaimin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Menurut Muhaimin, angka tersebut perlu diturunkan demi membuka ruang bagi banyak pihak untuk berkompetisi dalam pemilihan presiden.