Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Menerka “Jualan” Paman Sam Dalam Kerja Sama Maritim Indonesia-AS

Kompas.com - 19/12/2021, 13:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA dan Amerika Serikat sepakat memperdalam kerja sama bilateral dalam bidang kemaritiman yang terjalin selama ini.

Komitmen ini ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan mitranya Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat diplomat utama negeri Paman Sam itu berkunjung ke Jakarta, beberapa waktu lalu.

Cakupan kerja sama dimaksud meliputi latihan bersama angkatan laut (joint naval exercises) penumpasan illegal fishing, konservasi dan tata kelola perikanan.

Tidak ketinggalan, keselamatan maritim alias maritime safety and navigation juga menjadi bidang yang akan diperdalam kerja samanya.

Tentu saja kesepakatan yang ditandatangani itu perlu ditindaklanjuti oleh berbagai kementerian terkait.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim hadir dan ikut menandatangani dokumen kerja sama karena ada kerja sama bidang pendidikan.

Menteri lain tidak ikut. Isu penumpasan illegal fishing, konservasi dan tata kelola perikanan misalnya, jelas merupakan ranahnya Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Instansi inilah nantinya yang akan menindaklanjuti kerja sama maritime RI-AS. Sayang, Menteri KKP tidak hadir.

Yang saya agak bingung, isu keselamatan/keamanan maritim. Instansi mana yang akan menindaklanjutinya?

Soalnya, sampai derajat tertentu, urusan yang satu ini banyak aktornya.

Kita tinggalkan kompleksitas yang ada dalam bidang keselamatan/keamanan maritim nasional.

Saya ingin membawa pembaca kepada program-program apa saja yang dimiliki oleh Paman Sam dalam bidang maritime safety and navigation dan kemungkinan besar akan “dijual” kepada Indonesia.

Ada berbagai kebijakan maritime security yang bisa ditawarkan ke Indonesia oleh AS.

Tawaran itu sebetulnya tidak khusus ditujukan kepada kita, melainkan ditujukan pula kepada banyak pihak.

Kebijakan yang pertama, container security initiative (CSI) yang diluncurkan pada 2002 oleh Biro Bea Cukai dan Perbatasan atau Customs and Border Protection.

Obyek kebijakan ini adalah seluruh peti kemas yang masuk ke AS.

CSI diadopsi karena, menurut sistem berpikir pihak keamanan AS, organisasi teroris makin hari makin bersemangat menghancurkan infrastruktur ekonomi negara sasaran dalam upaya mencapai target politis mereka.

Dengan cara berpikir tadi, bisa jadi peti kemas yang masuk ke AS bukan berisi garmen, furnitur atau komoditas lainnya, tetapi bom, kuman penyakit atau berbagai bahan berbahaya lainnya.

Saat ini sekitar 90 persen perdagangan dunia dikapalkan dalam peti kemas.

Setengahnya, atau kurang-lebih 7 juta unit dibongkar di berbagai pelabuhan di AS setiap tahunnya.

CSI memastikan bukan benda-benda terakhir yang masuk ke daratan AS.

Pemeriksaan terhadap peti kemas yang akan diekspor ke AS dilakukan di pelabuhan muat (port of origin) oleh tim dari CBP, dan tentu saja melibatkan tandem-nya, yakni Penjaga Pantai AS atau USCG, bekerja sama dengan instansi setempat.

Pemeriksaan mencakup penggunaan sumberdaya intelijen, teknologi informasi, detektor sinar gamma.

Dan, terakhir, pemanfaatan peti kemas yang memiliki kepekaan terhadap berbagai upaya modifikasi. Kini 47 pelabuhan ikut dalam program ini.

Pada Juni 2002, Organisasi Pabean Internasional atau World Customs Organization secara aklamasi mengesahkan resolusi yang dapat dijadikan dasar hukum bagi 161 anggotanya untuk penerapan sistem pemeriksaan peti kemas.

Sistem tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara selain yang diterapkan dalam CSI.

Kebijakan kedua, proliferation security initiative (PSI). Kebijakan ini berkenaan dengan kewenangan negara pihak ketiga untuk melakukan pencegatan atau interdiction terhadap kapal berkebangsaan tertentu di laut lepas yang dicurigai membawa senjata atau bahan nuklir.

PSI dikembangkan oleh John R. Bolton, mantan Wakil Menteri Pertahanan AS bidang Pengendalian Senjata dan Keamanan Internasional dan Duta Besar untuk PBB.

Ia mengusulkan kebijakan ini menyusul ditemukannya 15 rudal Scud di dalam kapal barang Korea Utara yang tengah berada di perairan internasional dan karenanya tidak bisa ditangkap.

Secara resmi PSI diumumkan oleh Presiden George W. Bush pada 31 Mei 2003 di Krakow, Polandia.

Saat ini PSI telah diikuti oleh lebih 90 negara, mencakup, antara lain, Rusia, Kanada, Inggris, Australia, Prancis, Jerman, Italia, Portugal, Spanyol, Japan, Belanda, Polandia, dan Norwegia.

Semantara itu, sembilan negara (Bahama, Belize, Kroatia, Siprus, Liberia, Malta, Kepulauan Marshall, Mongolia dan Panama) telah menandatangani perjanjian bilateral Mutual Shipboarding Pacts dengan AS.

Dengan penandatanganan itu, USCG diperbolehkan menaiki kapal yang mengibarkan bendera negara tersebut.

Kebijakan ketiga, global maritime partnership initiative (GMP). Kebijakan ini merupakan buah pikiran Laksamana Michael Mullen, mantan Chief of Naval Operation/Kepala Staf AL AS.

Di kalangan kemaritiman internasional kebijakan ini disebut juga dengan ”AL berkekuatan 1.000 kapal” atau 1.000-ship Navy.

Ada juga yang menyebutnya dengan global maritime network. Secara umum GMP merupakan forum kerja sama antara lembaga maritime security (angkatan laut, coast guard/penjaga pantai atau lainnya) di dunia yang diarahkan untuk menciptakantatanan maritim yang bebas dari perompakan, senjata nuklir dan berbagai ancaman lainnya yang menjadikan laut sebagai mediumnya.

Kerja sama ini diwujudkan dalam bentuk pertukaran informasi, intelijen dan sebagainya. Tentu, sebagai pengusung program, AS bertindak sebagai pemimpinnya.

Ketika pertama digagas, Australia langsung menyatakan dukungannya.

Sayangnya, tidak diketahui sudah berapa negara yang mengikuti langkah Negeri Kanguru itu karena komunitas maritim internasional hingga kini masih memperdebatkan inisiatif ini.

Kebijakan maritime security AS keempat adalah regional maritime security initiative atau RMSI.

Kebijakan ini sejatinya merupakan bagian dari proses transformasi pertahanan AS dan strategi baru pangkalan AL AS.

Kebijakan ini dijalankan dengan membangun kerja sama antara AL AS dengan mitra atau aliansinya melalui pelatihan, penggunaan teknologi informasi dan tukar-menukar informasi (biasanya informasi intelijen).

Sikap Indonesia terhadap berbagai kebijakan maritime security AS yang ada cenderung beragam.

Maksudnya, pada kebijakan tertentu menolak, sementara kebijakan yang lain mendukung.

Misalnya, Indonesia tidak terlibat alias menolak kebijakan PSI, sama seperti sikap yang diambil oleh Cina, Malaysia dan Iran.

Dalam hal CSI, jika kita berkunjung ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, kita dapat melihat fasilitas detektor terpasang di sana.

Pelabuhan Tanjung Priok, juga pelabuhan besar lainnya di Tanah Air, telah menerapkan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code, kebijakan maritime security AS yang lain dan telah diadopsi oleh Organisasi Maritim Internasional atau IMO.

Terkait dengan GMP, Indonesia dapat dipastikan tidak terlibat di dalamnya karena keterbatasan armada, baik milik TNI-AL maupun instansi penegakan hukum di laut lainnya.

Sementara, Indonesia menolak proposal RMSI yang diajukan oleh AS dengan alasan kedaulatan negara.

Tapi, jangan lupa, berbagai program pelatihan yang dinikmati oleh TNI-AL serta berbagai perangkat teknologi informasi yang disediakan sesungguhnya merupakan bagian dari kebijakan RMSI.

Semua itu hanya terkaan saya saja. Untuk pastinya, kita jelas harus menanti penjelasan resmi pemerintah.

Tapi tidak ada yang salah dengan menerka, bukan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com