INDONESIA dan Amerika Serikat sepakat memperdalam kerja sama bilateral dalam bidang kemaritiman yang terjalin selama ini.
Komitmen ini ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan mitranya Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat diplomat utama negeri Paman Sam itu berkunjung ke Jakarta, beberapa waktu lalu.
Cakupan kerja sama dimaksud meliputi latihan bersama angkatan laut (joint naval exercises) penumpasan illegal fishing, konservasi dan tata kelola perikanan.
Tidak ketinggalan, keselamatan maritim alias maritime safety and navigation juga menjadi bidang yang akan diperdalam kerja samanya.
Tentu saja kesepakatan yang ditandatangani itu perlu ditindaklanjuti oleh berbagai kementerian terkait.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim hadir dan ikut menandatangani dokumen kerja sama karena ada kerja sama bidang pendidikan.
Menteri lain tidak ikut. Isu penumpasan illegal fishing, konservasi dan tata kelola perikanan misalnya, jelas merupakan ranahnya Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Instansi inilah nantinya yang akan menindaklanjuti kerja sama maritime RI-AS. Sayang, Menteri KKP tidak hadir.
Yang saya agak bingung, isu keselamatan/keamanan maritim. Instansi mana yang akan menindaklanjutinya?
Soalnya, sampai derajat tertentu, urusan yang satu ini banyak aktornya.
Kita tinggalkan kompleksitas yang ada dalam bidang keselamatan/keamanan maritim nasional.
Saya ingin membawa pembaca kepada program-program apa saja yang dimiliki oleh Paman Sam dalam bidang maritime safety and navigation dan kemungkinan besar akan “dijual” kepada Indonesia.
Ada berbagai kebijakan maritime security yang bisa ditawarkan ke Indonesia oleh AS.
Tawaran itu sebetulnya tidak khusus ditujukan kepada kita, melainkan ditujukan pula kepada banyak pihak.
Kebijakan yang pertama, container security initiative (CSI) yang diluncurkan pada 2002 oleh Biro Bea Cukai dan Perbatasan atau Customs and Border Protection.
Obyek kebijakan ini adalah seluruh peti kemas yang masuk ke AS.
CSI diadopsi karena, menurut sistem berpikir pihak keamanan AS, organisasi teroris makin hari makin bersemangat menghancurkan infrastruktur ekonomi negara sasaran dalam upaya mencapai target politis mereka.
Dengan cara berpikir tadi, bisa jadi peti kemas yang masuk ke AS bukan berisi garmen, furnitur atau komoditas lainnya, tetapi bom, kuman penyakit atau berbagai bahan berbahaya lainnya.