"Saya membaca suasana ini keinginan bersama, termasuk raja-raja Nusantara, tokoh-tokoh, anak-anak muda, tidak bisa dihentikan ini," kata Hinca kepada wartawan di Kompleks DPR RI, Kamis (16/12/2021).
"Saya kira berdemokrasi dan pesta demokrasi di 2024 dengan pasangan yang lebih banyak menjadi kebutuhan, harapan, keinginan semua kita. Saya kira pemerintah yang sedang berkuasa harus mendengarkan itu," jelasnya.
Melalui presidential threshold, hanya partai atau gabungan partai dengan perolehan 20 persen kursi di DPR RI yang dapat mencalonkan presiden.
Dia menganggap bahwa presidential threshold 20 persen sudah tak lagi relevan karena Pilpres dan Pileg digelar serentak 2024 mendatang.
Pernyataan Hinca itu kemudian direspons oleh Juru Bicara Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang Muhammad Rahmad yang justru mengatakan, presidential threshold 20 persen merupakan hal yang diusung Demokrat pada saat pemerintahan Presiden ke-6 SBY.
Rahmad mengungkapkan, pada 2009, SBY justru menginginkan ambang batas pencalonan presiden dinaikkan dari 4 menjadi 20 persen.
Kemudian, pada 2014, SBY juga kembali menginginkan ambang batas pencalonan presiden itu berada pada angka 20 persen.
“Perubahan presidential threshold dari 4 persen ke 20 persen ini terjadi pada 2009. Perubahan menjadi 20 persen itu adalah keinginan SBY yang saat itu ingin dipilih lagi menjadi presiden periode kedua," ungkap Rahmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.