Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presidential Threshold 20 Persen, PPP Buka Opsi Koalisi dengan PKB dan PKS

Kompas.com - 17/12/2021, 06:29 WIB
Vitorio Mantalean,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membuka opsi berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pemilu 2024.

Hal ini untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menilai, poros koalisi dengan sesama partai berlatar belakang Islam akan lebih bagus untuk mencapai soliditas.

"Kami positif siapa pun yang mengajak (koalisi), apalagi sesama rumpun koalisi parpol Islam, itu lebih bagus karena soliditasnya bisa tercapai," kata Baidowi, Kamis (16/12/2021).

Baca juga: Ketum PAN Sebut Pembentukan Poros Koalisi Partai Islam Kontraproduktif

Baidowi mengatakan, jika koalisi terbentuk, partainya tetap membuka kemungkinan mencalonkan presiden atau wakil presiden dengan latar belakang nasionalis.

Selain itu, berkoalisi dengan Partai Amanat Nasional (PAN) juga dapat menjadi opsi agar syarat ambang batas pencalonan presiden bisa tercapai.

"Yang penting adalah bagaimana poros Islam ini bisa memperoleh 20 persen kursi atau 25 persen suara dalam pemilu nanti, syarat usung capres," kata Baidowi.

Sebelumnya, wacana membentuk koalisi partai Islam untuk Pemilu 2024 sudah pernah dilontarkan oleh PPP dan PKS.

Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsy mengatakan, partainya membuka peluang membentuk koalisi dengan partai yang memperjuangkan kepentingan umat.

Baca juga: PAN Nilai Wacana Koalisi Partai Islam Perkuat Politik Aliran, Harus Dihindari

Kendati demikian, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan tak sepakat dengan wacana pembentukan koalisi partai Islam untuk Pemilu 2024.

Pasalnya, ia melihat wacana koalisi partai itu justru akan memperkuat politik aliran di Indonesia. Padahal, kata dia, politik aliran seharusnya dihindari oleh semua partai politik.

"PAN melihat justru ini akan memperkuat politik aliran di negara kita. Sesuatu yang harus kita hindari," kata Zulkifli dalam keterangannya, Jumat (16/4/2021).

Menurut dia, seharusnya semua pihak harus berjuang untuk kebaikan dan kepentingan semua golongan. Ia juga menilai, dalam koalisi tersebut justru akan memperkuat hadirnya politik aliran dan politik identitas.

Zulkifli mengingatkan semua pihak atas pengalaman Pilpres 2019. Ia melihat, sentimen SARA, politik aliran dan politik identitas begitu kuat.

Baca juga: Muhaimin: Koalisi Partai Islam Sudah Pasti Gagal

Adapun isu presidential threshold kembali hangat jelang Pemilu 2024. Aturan yang tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 digugat sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasannya, syarat pasangan calon presiden dan wakil presiden harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR membatasi tiap warga negara untuk maju.

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo menjadi salah satu pemohon uji materi aturan tersebut. Dalam permohonannya ke MK, Gatot meminta hakim MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7/2017.

Menurut Gatot, yang diwakili kuasa hukum Refly Harun, Pasal 222 UU Nomor 7/2017 itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (2), 6A Ayat (5), dan 6A Ayat (2) UUD 1945.

"Karena telah mengakibatkan pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya calon pemimpin bangsa (presiden dan wakil presiden) yang dihasilkan partai politik peserta pemilihan umum," kata Refly, dalam surat permohonan, dikutip Kompas.com, Selasa (14/12/2021).

Baca juga: Menyoal Presidential Threshold 20 Persen, Digugat karena Dinilai Batasi Demokrasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com