Tidak butuh waktu lama, Polri memberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Brigadir Randi Bagus (Kompas.com, 6/12/2021).
Masih terkait dengan perilaku amoral, Bripka IS anggota Polres Lahat, Sumatera Selatan menghamili istri seorang narapidana kasus narkoba.
Semula santer diwartakan kalau polisi tersebut mengancam akan memindahkan lokasi penahanan napi tersebut dari Lapas Tanjung Raja, Ogan Ilir ke Lapas Pulau Nusakambangan (Kompas.com, 13 Desember 2021).
Dengan dalih tersebut, sang polisi durjana ini melakukan hubungan intim dengan istri napi walau sebetulnya Bripka IS masih terikat dengan perkawinan sah yang lain.
Masih adanya polisi sebagai aparat penegak hukum melakukan pelanggaran dan penyimpangan yang tidak sesuai etika profesi kepolisian, memang sangat disesalkan.
Penyimpangan terhadap kode etik profesi kepolisian sangat berimplikasi terhadap pelanggaran hukum.
Padahal kode etik profesi kepolisian merupakan kaidah moral dan peneguhan komitmen anggota Polri untuk melaksanakan tugas keseharian dalam pengabdian kepada warga, bangsa dan negara.
Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia secara rigid menguraikan daftar kewajiban polisi dalam menjalankan profesinya.
Selain mengikat, kode etik profesi memuat nilai-nilai etis yang ditetapkan sebagai sarana pembimbing dan pengendali bagaimana seharusnya anggota Polri berperilaku atau bertindak dalam menjalankan pekerjaannya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik profesi adalah nilai-nilai etis.
Kode etik bagi profesi kepolisian tidak hanya didasarkan pada kebutuhan profesional, tetapi juga telah diatur secara normatif dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Kapolri.
Dalam pasal 4-nya dijelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, sehingga Kode Etik Profesi Polri berlaku mengikat bagi setiap anggota Polri.
Setiap anggota Polri wajib menjunjung tinggi sumpah yang diucapkan pada saat diangkat menjadi anggota Polri.
Sumpah tersebut merupakan tekad dan janji nuraniah seseorang yang disandarkan kepada nilai-nilai ke-Tuhanan.
Demikian pula pelaksanaan sumpah jabatan merupakan bagian dari kegiatan ibadah seseorang, karena sumpah jabatan selalu disandarkan pada sifat ke Esaan Tuhan.
Pengingkaran terhadap sumpah bertentangan dengan nilai-nilai moral.
Di samping itu, pelaksanaan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan merupakan tanggung jawab profesi yang harus dijalankan dengan tulus dan ikhlas sebagai bentuk amal dan ibadah.
Ibadah adalah pemenuhan tuntutan agama sebagai wajib dijalankan oleh setiap anggota Polri, termasuk menghormati acara keagamaan dan bentuk-bentuk ibadah, serta berkewajiban moral untuk menjaga keamanan dan kekhidmatan pelaksanaan ibadah atau acara keagamaan tersebut (Yanius Rajalahu, 2013).
Menjadi aneh jika penyimpangan demi penyimpangan terus terjadi di jajaran Polri mengingat semua aturan tata laku profesi sudah diatur sedemikian rupa.
Menjadi pertanyaan besar, apakah proses pembentukan karakter dan pembinaan mental anggota selama pendidikan di berbagai lembaga pendidikan Polri telah berjalan dengan baik dan terus dievaluasi?
Apakah proses rekrutmen calon-calon personel Polri telah dilakukan dengan akuntabel, transparan dan menerapkan azas-azas fairnes?