Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ishaq Zubaedi Raqib
Mantan Wartawan

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Karena Bukan Gus Dur dan karena Kearifan Abah Hasyim

Kompas.com - 16/12/2021, 06:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SIAPA berani menyangkal sinyalemen bahwa regenerasi di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) saat ini berlangsung tidak smooth?

Siapa berani mengakui kaderisasi di NU tepat sasaran dan sesuai "jadual" jika dalam 3 periode tiada terjadi suksesi?

Siapa tidak khawatir, bonus "demografi" di NU sudah dikelola dengan baik jika kader dipersiapkan, tapi generasi salaf tidak siap pindah ke pinggir lapangan?

Muktamar ke-34 tinggal menghitung hari. Semua draft terkait masa-il internal dan masa-il eksternal, sudah dipersiapkan lewat sejumlah konbes dan munas alim ulama.

Namun hingga kini, umat belum mendapat alasan "la budda --tidak boleh tidak", mengapa KH Said Aqil Siradj kembali ambil bagian berkompetisi melawan kadernya.

Saat ini, beliau tengah berpikir keras bagaimana mengalahkan kader yang dia sendiri adalah "gurunya".

Menjelang pekan keempat bulan Desember 2021, baru dua nama yang secara terbuka meng- ikhbar kepada publik.

KH Yahya Cholil Staquf melakukannya lebih awal, yakni setelah mendapat restu dan doa dari KH Said Aqil Siradj.

Akhir pekan lalu, didampingi orang-orang dekatnya, Kiai Said mengaku juga mengantongi restu sejumlah ulama.

Mengikuti Gus Yahya, Kiai Said resmi "nyalon" untuk ketiga kalinya.

Belajar dari Abah Hasyim

Sejak menjadi Ketua Umum hingga menyelesaikan kepemimpinannya di PBNU selama dua periode, Penulis adalah "ghost writer" KH Achmad Hasyim Muzadi.

Almarhum biasa dipanggil Abah. Sebutan akrab oleh anak-anak "ideologisnya" di NU. Abah senang dan happy dengan panggilan itu.

Abah Hasyim sangat berkomitmen dengan kader, kaderisasi dan regenerasi. Kalau mau, Abah tak akan sulit memenangi muktamar.

Saat menemani Abah, Rabu (19/8/2009), wartawan bertanya kemungkinan maju lagi di muktamar ke-32 di Makassar.

"Sudah sering saya kemukakan bahwa saya tidak akan nyalon lagi dalam muktamar nanti. Keputusan saya ini sudah final, saya tidak akan nyalon lagi meskipun tidak ada pembatasan masa jabatan," kata Abah Hasyim menjawab keraguan publik, terutama dari para suksesornya.

Keputusan tidak maju untuk ketiga kalinya di muktamar, diakui Abah, sebagai bentuk komitmennya yang tidak bisa ditawar demi menghargai sistem kaderisasi di organisasi NU, dan menjadi program kerja semua PBNU.

Selain karena alasan standar jam'iyyah tersebut, Abah juga memaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi munculnya kader-kader muda yang lebih gesit dan cekatan dalam memimpin NU.

"Sikap saya yang tidak maju itu karena didasari maksud untuk memberikan kesempatan kepada para kader NU lainnya. Saya ingin jadikan NU ini republik, bukan kerajaan," katanya.

Abah Hasyim berharap dengan tidak majunya dalam bursa pemilihan calon ketua umum, akan semakin banyak kader muda potensial yang terpanggil melanjutkan pengabdiannya di NU.

Baginya, masa depan NU adalah regenerasi.

Tahun itu, KH Said Aqil Siradj merupakan kandidat potensial yang bersaing, antara lain, dengan Slamet Effendy Yusuf.

Abah Hasyim berpesan agar pergantian kepemimpinan NU tidak menjadikan arah perjuangan dan aqidah NU menjadi berubah.

"Saya berharap pergantian pengurus tidak menjadikan perubahan haluan NU. Biarkan yang berubah itu hanya kepemimpinannya," kata Abah.

Transisi Gus Dur

Agak berbeda dengan Abah Hasyim, konon Gus Dur juga tak berminat mencalonkan diri ketiga kalinya untuk menjadi Ketua Umum NU.

Ia melihat NU dalam masa transisi kritis di akhir kekuasaan Orde Baru. Ia tidak kuasa meninggalkan gelanggang sementara nasib NU dipertaruhkan.

Sejarah mencatat, Orde Baru mulai mengintervensi dan ingin mengendalikan NU. Gus Dur maju untuk menghadang siasat jahat.

Di tahun-tahun itu, Orde Baru mulai merangkul sebagian ormas-ormas Islam ke dalam jaring kooptasi agar mendukung penguasa.

Pencalonan Gus Dur di muktamar Cipasung sebagai bentuk jawaban atas adagium "lu jual gue beli."

Hingga bertahun-tahun ke depan, Nahdliyin tidak akan lupa bagaimana makar dilakukan aparat untuk menumbangkan Gus Dur yang terlanjur kuat di kultur dan struktur.

Gus Dur tak pernah kehabisan energi untuk meluruskan praktik deviasi politik Orde Baru. Ia tidak kenal kata lelah mengkritik dominasi Soeharto atas ormas-ormas Islam.

Ia menyampaikan kecaman secara terang-terangan. Kritikan Gus Dur terhadap Soeharto semakin keras pada era tahun 90-an.

Puncaknya, ia bergeming, berdiri sendirian, menolak kalahirannya apalagi bergabung ke dalam ICMI.

Segala cara dicoba penguasa. Semua unsur eksternal dan internal NU dimaksimalkan.

Dari luar, jelas kasat mata dan terasa. Aparat hilir mudik hingga di ruang-ruang sidang muktamar.

Dari dalam, penguasa menggunakan Abu Hasan. Sebuah nama yang agak asing dibanding dua kandidat lain; Chalid Mawardi dan dr Fahmi D. Saifuddin, kakaknya Lukman Hakim Saifuddin dan putra eks Menag KH Saifuddin Zuhri.

Saat putaran kedua pemilihan ketua umum, sejumlah kiai sepuh yang duduk dekat Gus Dur, meneteskan air mata.

Kecemasan menebal disaput munajat. Udara membeku. Langit berhenti berdenyut. Malaikat malam naik ke arasy, malaikat siang turun ke bumi.

Akhir kisah, berdasar perhitungan suara pukul 03.00 dini hari, Gus Dur dapat 174 suara, Abu Hasan 142. Gus Dur menang. NU selamat melewati transisi!

Primus inter pares

Merujuk pada riwayat Abah Hasyim Muzadi dan Gus Dur, banyak yang bisa dijadikan pelajaran bagi muktamirin, para santri keduanya.

Bukankah warga NU biasa mengambil ibroh secara dirayah dan riwayah?

"Manaqib" kedua ketua umum PBNU ini, sangat memenuhi syarat dijadikan manhaj dan marji' bagi para penerus kepemimpinan NU.

Terlebih, Gus Dur diakui sebagai manusia primus inter pares dari kalangannya.

Figuritas yang menandai "wujud" Gus Dur, tidak umum untuk dijadikan standar umum. Ia adalah satu-satunya.

Untuk hal-hal tertentu, modelnya yang di luar kelaziman, tidak untuk ditiru.

Karena bukan Gus Dur, maka postulat bahwa Gus Dur bisa lebih dua periode memimpin NU, tidak serta merta boleh dijadikan yurisprudensi.

Terbukti, meski yakin bisa memenangi muktamar, Abah Hasyim ogah nyalon lagi demi regenerasi.

Seperti Abah Hasyim, Kiai Said tidak masuk dalam kategori manusia primus inter pares.

Ia sukses memimpin NU dua periode, antara lain, karena berkah keberhasilan Gus Dur menyelamatkan NU melewati masa-masa kritis dan transisi.

Setelah Gus Dur lengser, di tangan Abah Hasyim dua marhalah hingga dua periode di bawah Kiai Said Aqil, NU membelah arus di tengah samudera yang normal.

Duhai! Berhentilah menganggap ini jaman tidak normal. Berhentilah mengatakan NU sedang berada di era kepemimpinan nasional yang tidak kondusif.

Berhentilah mencemaskan kemampuan kader-kader muda NU dan merasa khawatir mereka tak akan mampu menjalankan program lama yang masih saleh dan mengadopsi program baru yang lebih aslah.

Lihatlah! Para suksesor sudah "dilahirkan" oleh zamannya!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos Demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos Demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com