JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost Lino atau RJ Lino menjalani sidang pembacaan putusan.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (14/12/2021) kemarin, RJ Lino dijatuhi pidana 4 tahun penjara.
Ia juga dikenai pidana denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim menilai RJ Lino terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan 3 unit quay container crane (QCC) di PT Pelindo II Tahun 2010.
Baca juga: Pendapat Berbeda Kasus RJ Lino, Hakim Nilai KPK Tak Cermat Hitung Kerugian Negara
Perbuatannya itu dianggap telah membuat kerugian negara senilai Rp 28,82 miliar.
Namun ketua majelis hakim Rosmina mengajukan perbedaan pendapat atau disenting opinion atas putusan itu.
Hakim Rosmina punya pandangan berbeda dari dua hakim lainnya, Agus Salim dan Teguh Santoso.
Baca juga: RJ Lino Divonis 4 Tahun Penjara
Sebelum vonis dibacakan oleh hakim anggota Teguh Santoso, hakim Rosmina menyampaikan pandangannya.
Ia menilai, secara hukum RJ Lino bisa dibebaskan dari segala tuntutan.
Rosmina memaparkan beberapa alasan. Pertama, tujuan pengadaan QCC dari Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM) asal China untuk menambah produktivitas PT Pelindo II.
Baca juga: Kisah Haji Lulung, dari Tukang Sampah Tanah Abang hingga Jadi Anggota DPR
“Meskipun melanggar prosedur pengadaan, namun pengadaan dilakukan untuk kepentingan perusahaan di masa depan agar lebih produktif,” sebutnya.
Alasan kedua, nilai penghitungan kerugian negara tidak cermat.
Sebab bukti pengeluaran dari HDHM terkait pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh.
Hakim Rosmina mengungkapkan alasan terakhir yaitu penghitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK tidak cermat.
Baca juga: RJ Lino Mengaku Pernah Dipanggil Rini Soemarno, Diminta Jokowi Mundur
Dalam pandangan Rosmina, BPK tidak menghitung keuntungan dari HDHM terkait pengadaan dan perawatan QCC, sementara KPK menghitung keuntungan tersebut.