Dalam jangka panjang, kegagalan tumbuh kembang ini akan bersifat permanen jika tidak ditangani sedini mungkin.
Apalagi jika mengingat status Indonesia masih berada di urutan keempat dunia dan urutan kedua di Asia Tenggara terkait kasus balita stunting.
Meskipun prevalensi stunting ini sudah menurun dari 37.2 persen pada 2013 (Riskesdas) menjadi 27,67 persen pada 2019 (SSGBI), angka tersebut menunjukkan masih ada 1 dari 4 anak balita Indonesia, atau lebih dari 8 juta anak, mengalami stunting.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024.
Mendukung komitmen ini, pada 2021 Pemerintah Indonesia menerbitkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 yang merupakan petunjuk pelaksanaan bagi kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam melaksanakan upaya percepatan penurunan stunting yang terintegrasi.
Baca juga: Wapres Minta Pemenuhan Gizi Anak Cegah Stunting Manfaatkan Kearian Lokal
Jokowi juga menunjuk Kepala BKKBN menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.
Program nasional itu pun membutuhkan berbagai macam konsep, seperti pentaheliks untuk pembangunan-kolaborasi yang melibatkan unsur pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha, dan media.
Oleh karena itu, melalui Forum Nasional Stunting 2021 kerja sama Tanoto Foundation dan BKKBN diharapkan menciptakan momen untuk mengikatkan kembali komitmen dan sebagai aksi bersama untuk percepatan penurunan stunting di Indonesia.
Pada kesempatan ini, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, pihaknya berusaha menekan stunting mencapai 14 persen pada 2024.
“BKKBN beberapa bulan yang lalu sudah membuat terobosan atau inovasi untuk penurunan stunting, yaitu membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK), jadi stunting itu dimulai dari keluarga, pendekatan melalui keluarga dimana tim pendamping keluarga itu ada tiga unsur, yaitu dari kesehatan atau bidan, Tim Penggerak PKK, dan kader-kader yang ada di daerah,” ucapnya.
Baca juga: Cegah Stunting, Ini “4 Terlalu” yang Perlu Dihindari oleh Calon Ibu
Selain itu, Hasto juga mengajak calon pengantin mendaftarkan diri di Kantor Urusan Agama (KUA) tiga bulan sebelum melakukan pernikahan.
“Kita bekerja sama dengan Kementerian Agama agar melihat data-data dari calon pengantin tersebut apakah memang sudah sehat dan memenuhi syarat kesehatannya, apakah tidak ada yang namanya kurang darah dan sebagainya,” jelasnya.
Dia menyebutkan, bagi calon pengantin yang ingin melaksanakan pernikahan tapi belum sehat tetap bisa melaksanakan akad nikah.
“Tetapi jika dideteksi ternyata kurang sehat, maka diharapkan ditunda dulu kehamilannya. Harapannya begitu hamil dan melahirkan diharapkan anaknya sehat,” harapnya.
Hasto menjelaskan, banyak perempuan yang tidak menyadari dirinya hamil, sehingga ketika datang ke dokter ternyata sudah hamil tiga bulan.
Baca juga: Gus Halim: Penanganan Stunting Jadi Salah Satu Tujuan Pokok SDGs Desa