JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat akan selalu muncul dan menjadi isu hangat saat agenda politik berlangsung, terutama pemilihan presiden (pilpres).
Hal itu ia sampaikan dalam webinar nasional “Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Indonesia”, Jumat (10/12/2021).
"Permasalahan penegakan dugaan pelanggaran HAM yang berat akan muncul dan menjadi isu yang diperbincangkan seiring dengan gelaran politik lima tahunan, khususnya pada saat pemilihan presiden dan wakil presiden," kata Yasonna.
Oleh karena itu, ia mendorong Komnas HAM sebagai penyelidik maupun Kejaksaan Agung sebagai penyidik untuk terus menerus mengupayakan jalan terbaik untuk menuntaskannya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Dengan demikian, menurut dia, waktu bangsa Indonesia tidak terkuras terus-menerus untuk memperdebatkan permasalah HAM setiap momentum pemilu.
Bahkan, Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan telah memberikan arahan agar permasalahan dugaan pelanggaran HAM yang berat agar segera diselesaikan.
“Baik melalui mekanisme yudisial maupun non yudisial yaitu dengan menugaskan Menko Polhukam untuk mengkoordinasikan teknis penyelesaiannya,” ucap Yasonna.
Ia pun menyatakan, pemerintah hingga kini terus mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di masa lalu.
Menurut dia, dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui mekanisme yudisial membutuhkan kesabaran, ketelitian dan kecermatan dalam penyelesaiannya.
“Agar tidak lagi berakhir dengan dibebaskannya terdakwa dari segala tuntutan hukum karena kurangnya alat bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum,” ucap dia.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Terus Cari Jalan Keluar Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Menurut Yasonna, sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, upaya penegakan HAM belum diselesaikan secara optimal terutama melalui mekanisme yudisial.
“Masih ada perbedaan pandangan antara Komnas HAM sebagai penyelidik dengan Kejaksaan Agung sebagai penyidik dan penuntut umum dalam proses yudisial,” ucap dia.
Yasonna mengatakan bahwa Komnas HAM telah menyelesaikan kesimpulan hasil penyelidikan kepada Kejaksaan Agung RI terhadap 14 berkas kasus yang diduga masuk dalam kategori pelanggaran HAM yang berat.
Adapun dugaan pelanggaran HAM yang berat masa lalu meliputi peristiwa 1965/1966, peristiwa penembakan misterius (1982-1985), peristiwa Tanjung Priok (1984-1985), peristiwa Talangsari (1989) dan peristiwa kerusuhan Mei (1998),
Kemudian, peristiwa Trisakti (1998), peristiwa Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999), peristiwa penculikan dan penghilangan paksa aktivis (1997-1998), peristiwa Timor Timur (1999), peristiwa Rumoh Geudong Pidie (1989-1998 dan peristiwa Simpang KKA (1999).
Baca juga: Komnas HAM Sebut Akan Tingkatkan Pendidikan HAM untuk TNI-Polri
Sementara itu, dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah terbentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM adalah peristiwa Abepura (7 Desember 2000), Peristiwa Wasior (2001) dan Wamena (2003), peristiwa Jambu Keupok (2003) dan periatiwa Paniai (2014).
“Dari keseliruhan peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut tiga di antaranya telah diselesaikan melalui mekanisme pengadilan HAM yaitu peristiwa Tanjung Priok, Abepura dan Timor Timur,” ucap Yasonna.
“Sementara 11 persitiwa lainnya masih terus diupayakan untuk diselesaikan,” ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.