Ya, dalam hal itu, Anies Baswedan, doktor jebolan universitas paman Sam yang pernah menikmati status rektor termuda sejagad nusantara, memang mirip Mario Cuomo, sang filsuf politik dari Queens.
Beruntungnya, sampai hari ini, Anies nyaris tak punya cerita yang mirip dengan kasus pelecehan seksual Andrew Cuomo.
Tapi sejak 2017, lobang knalpot dari debut politik Anies di Ibu Kota mengasapi Istana Negara yang berjarak beberapa ratus meter saja dari kantor Gubernur DKI Jakarta.
Pertama, peluang Anies untuk di-Andrew Cuomo-kan sangat besar, meski dengan kasus yang berbeda.
Kedua, lebih dari itu, peluang Anies di-Mario Cuomo-kan juga besar, selama mulut dan kepalanya bisa berkoordinasi dengan baik, lalu menghasilkan sengatan-sengatan bisa politik yang memabukkan para calon pemilih, tapi tetap gagal maju di laga pemilihan presidensial karena satu dan lain hal.
Dan ketiga, peluang Anies lepas dari dua Cuomo juga besar, mengingat semakin vulgarnya ambisi Anies menuju Istana dan satu dua partai politik sudah mulai memberikan lampu hijau.
Namun jika Anies semakin mengarah ke opsi ketiga, sangat besar harapan kita bahwa semoga berjalan dengan baik tanpa resep Islam Politik versi Habib Rizieq.
Karena politik identitas yang mencuat di Pilkada Jakarta tahun 2017 lalu telah menyisakan ketakutan emosional yang luar biasa secara nasional.
Pembelahan politik yang tajam bukanlah resep politik yang baik dan sehat untuk Indonesia ke depan.
Karena itu, rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo dipandang sangat krusial untuk mengobatinya.
Untuk itu, Anies perlu memperlihatkan sikap “kenegarawanan kelas calon presiden” atas aksi reuni 212.
Bukan saja karena protokol kesehatan di dalam situasi pandemik, tapi juga karena masa depan kesehatan politik nasional sedang dipertaruhkan jika Anies menoleransi bibit-bibit politik identitas bersemi kembali.
Jika Anies kekurangan energi intelektual untuk keluar dari ranjau-ranjau di dalam dinamika politik menuju Pilpres 2024 atau kesulitan untuk lepas dari jebakan politik identitas yang pernah melejitkannya secara kurang elegan di tahun 2017, maka peluang Anies untuk menjadi sosok calon presiden yang bisa diterima banyak partai di satu sisi dan bisa diterima semua kalangan di sisi lain, akan semakin menipis.
Dengan kata lain, Anies dalam perjalanan menuju 2024 akan sangat mudah ditinggalkan oleh sosok Ganjar Pranowo yang dari sisi latar belakang dan akseptabilitas politik jauh lebih fleksibel.
Karena Ganjar lebih pluralis dan lebih mudah diterima oleh hampir semua kalangan di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.