Peringatan Hari HAM Sedunia kali ini haruslah menjadi momentum kita semua untuk melakukan perbaikan yang dapat dimulai dengan berbagai langkah taktis sebagai berikut
Pertama, memastikan pilar yang paling esensial dalam negara demokrasi yakni kehendak rakyat harus dapat disampaikan dan diekspresikan secara bebas, serta menjadi dasar pelaksanaan kekuasaan oleh pemerintah.
Jaminan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan energi dari rakyat sebagai bentuk pengawasan, koreksi dan masukan terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Dalam prespektif yang lebih luas wujud perlindungan terhadap hal tersebut menjadi bingkai dalam pemenuhan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kedua, perbaikan pola penegakan hukum, berbagai ekspresi kebebasan, penyampaian pendapat dan pikiran harus direspon secara konstruktif oleh pemerintah. Bukan malah sebaliknya melakukan pemanfaatan melalui jerat regulasi yang tidak konsisten dan memiliki celah yang berimplikasi pada penegakan hukum yang serampangan.
Perubahan juga harus dilakukan di lapangan dengan menghindari konfrontasi dengan masyarakat, penggunaan kekerasan yang tidak proporsional dan sesuai dengan eksalasi peristiwa atau ancamannya.
Ketiga, membangun kesadaran dan pemanfaatan mekanisme hukum melalui gugatan ke pengadilan dalam berbagai format, baik citizen lawsuit ataupun gugatan publik lainnya untuk menguji tindakan pemerintah yang dinilai melawan hukum (Onrechtmatige Overheidsdaad).
Mekanisme ini sebagai akses yang diberikan oleh hukum untuk mengajukan gugatan ke pengadilan untuk dan atas nama kepentingan warga negara atau untuk dan atas nama kepentingan umum akibat terjadinya kerugian yang timbul dari tindakan, pembiaran atau kelalaian dari penyelenggara negara/otoritas negara dalam menjalankan undang-undang.
Gugatan itu memiliki dua arti yakni sebagai het rechtens te bescherment belang atau kepentingan yang menunjuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum dan processbelang untuk mewujudkan kepentingan proses, yakni hal-hal yang hendak dicapai dengan melakukan gugatan di pengadilan.
Keempat, melakukan review terhadap implementasi penerapan dan muatan materi dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Ketiga regulasi tersebut menjadi dasar dalam perlindungan, pemenuhan, dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Hal tersebut didasarkan fakta bahwa sampai saat ini atau hampir 21 tahun sejak UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM disahkan – berbagai kasus pelanggaran HAM yang berat mulai dari Peristiwa 1965 -1966, Penembakan Misterius 1982 -1985, Talangsari 1989, Penghilangan Orang Secara Paksa, Kerusuhan Mei 1998, Triksakti, Semanggi I dan Semanggi II, Wasior dan Wamena, dan Paniai 2014 bisa segera dituntaskan, korban mendapatkan keadilan dan pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Demikian halnya, penerapan UU Nomor 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis juga masih jarang, meskipun berbagai peristiwa yang berdimensi ujaran kebencian karena faktor ras dan etnis seringkali terjadi di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.