Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca-putusan Uji Formil UU Cipta Kerja, Hak Konstitusional Pemohon Dinilai Masih Berpotensi Dilanggar

Kompas.com - 08/12/2021, 17:43 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hak konstitusional pemohon judicial review Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinilai masih berpotensi dilanggar oleh pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.

Pelaksana Tugas Ketua Umum Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Violla Reininda menjelaskan, pelanggaran hak konstitusional dapat terjadi karena UU Cipta Kerja masih berlaku selama dua tahun, kendati dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan uji formil.

"Hak konstitusionalitas pemohon di sini masih potensial ataupun secara konkret bisa dilanggar keberlakuan UU Cipta Kerja," kata Violla, dalam diskusi daring, Rabu (8/12/2021).

Baca juga: Tanggapi Putusan MK soal UU Cipta Kerja, Mahfud: Inkonstitusional Kok Tetap Berlaku?

Berlakunya UU Cipta Kerja tersebut selama dua tahun dimaksudkan agar pembuat UU melakukan revisi, dari segi proses pembentukan dan substansi apabila diperlukan.

Kemudian, atas putusan uji formil tersebut, maka MK menyatakan semua permohonan uji materi terhadap UU Cipta Kerja telah kehilangan objek.

"Nah ini kemudian access to justice dan juga kegamangan bagaimana kalau sepanjang dua tahun ke depan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja ternyata melanggar hak konstitusional pihak-pihak tertentu," kata Violla.

"Sedangkan Mahkamah sudah menolak permohonan (uji materi) sejak awal karena sudah dianggap kehilangan objek dan UU Cipta Kerja masih dalam tahap revisi," ucap dia.

Baca juga: Menaker Tegaskan UU Cipta Kerja Masih Berlaku, Aturan Pengupahan Tetap Mengacu pada PP 36/2021

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja, Kamis (25/11/2021).

"Menyatakan pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Anwar.

Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja inkostitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkostitusional bersyarat secara permanen.

Baca juga: “Kami Sudah Melawan Sebaik-baiknya…”

Permohonan uji formil diajukan antara lain oleh seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar Novita Widyana, serta tiga mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.

Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas khawatir berlakunya UU Cipta kerja dapat menghapus ketentuan aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Kerugian hak konstitusional Hakiimi antara lain seperti terpangkasnya waktu istirahat mingguan, menghapus sebagian kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh, menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar upah.

Kemudian, Novita Widyana, merasa dirugikan karena setelah lulus ia berpotensi menjadi pekerja kontrak tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.

Sementara, mahasiswa di bidang pendidikan Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito, merasa dirugikan karena sektor pendidikan masuk dalam UU Cipta Kerja.

Mereka menilai dengan masuknya klaster pendidikan di UU Cipta Kerja bisa membuat pendidikan menjadi ladang bisnis.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Nasional
Imigrasi Bakal Tambah 50 'Autogate' di Bandara Ngurah Rai

Imigrasi Bakal Tambah 50 "Autogate" di Bandara Ngurah Rai

Nasional
Diminta Timnas Anies-Muhaimin Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Senyum dan Geleng-geleng Kepala

Diminta Timnas Anies-Muhaimin Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Senyum dan Geleng-geleng Kepala

Nasional
Imigrasi Terapkan SIMKIM di PLBN Buat Pantau Pelintas Batas

Imigrasi Terapkan SIMKIM di PLBN Buat Pantau Pelintas Batas

Nasional
Imigrasi Bakal Terapkan 'Bridging Visa' Buat WNA Sedang Urus Izin Tinggal

Imigrasi Bakal Terapkan "Bridging Visa" Buat WNA Sedang Urus Izin Tinggal

Nasional
Muncul Wacana Cak Imin Maju di Pilgub Jatim, Dewan Syuro PKB: Fokus Kawal MK

Muncul Wacana Cak Imin Maju di Pilgub Jatim, Dewan Syuro PKB: Fokus Kawal MK

Nasional
Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Nasional
KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

Nasional
17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

Nasional
Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com