Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM: Tidak Ada Bukti Ilmiah Hukuman Mati Efektif Beri Efek Jera Korupsi

Kompas.com - 07/12/2021, 16:00 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menyebut tidak ada bukti ilmiah bahwa pidana mati efektif membuat jera pelaku korupsi.

Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman mengatakan negara-negara yang bersih dari korupsi justru tidak menerapkan hukuman mati pada tindak pidana korupsi.

“Denmark, Selandia Baru, Finlandia tidak menerapkan pidana mati. Sedangkan China misalnya, yang terkenal keras dalam menerapkan pidana mati untuk koruptor justru Indek Persepsi Korupsinya rendah hanya 42 poin,” tutur Zaenur pada Kompas.com, Selasa (7/12/2021).

Pernyataan Zaenur itu disampaikan merespon tuntutan pidana mati yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung pada terdakwa korupsi dan pencucian uang di PT Asabri, Heru Hidayat.

Baca juga: Profil Heru Hidayat, Terdakwa Kasus Asabri yang Dituntut Hukuman Mati

Zaenur mengatakan, terlepas dari pro dan kontra tuntutan tersebut, mestinya tuntutan dan vonis pada koruptor harus bersifat memiskinkan.

Salah satu caranya adalah dengan mengesahkan RUU Perampasan Aset.

“RUU Perampasan Aset inilah salah satu indikator keseriusan negara dalam melawan korupsi. Namun sayangnya terus ditolak DPR dan pemerintah,” ucapnya.

Di sisi lain, Zaenur mempertanyakan apakah syarat pemidanaan hukuman mati untuk koruptor seperti yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sudah terpenuhi.

Menurut dia, Heru Hidayat tidak melakukan pengulangan tindak pidana korupsi.

“Terdakwa saat ini dituntut dalam kasus Asabri, sebelumnya menjadi terpidana dalam kasus Jiwasraya. Padahal pengulangan tindak pidana terjadi ketika terdakwa setelah dijatuhi pidana kembali mengulangi perbuatan pidana,” jelas dia.

Baca juga: Pengacara Nilai Tuntutan Hukuman Mati untuk Heru Hidayat Berlebihan

“Jika terpidana melakukan beberapa kali perbuatan sebelum diadili maka itu bukan pengulangan pidana, melainkan perbarengan atau concursus,” sebut Zaenur.

Diketahui jaksa menuntut Heru Hidayat dengan pidana mati.

Jaksa menilai Heru terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama di PT Asabri sehingga merugikan keuangan negara dengan nilai yang diluar nalar kemanusiaan dan menciderai rasa keadilan masyarakat.

Diduga korupsi di PT Asabri merugikan negara senilai Rp 22,7 triliun. Jaksa menyebut, dari hasil korupsi itu Heru menikmati uang sejumlah 12,6 triliun.

Alasan jaksa yang lain, Heru melakukan pengulangan tindak pidana korupsi karena sebelumnya, pada tahun 2020, Heru telah dinyatakan bersalah dan divonis pidana penjara seumur hidup.

Terakhir, jaksa beralasan tindak pidana korupsi Heru telah menyebabkan banyak korban yaitu para anggota TNI, Polri dan ASN Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com