Mereka perlu tahu bahwa pada akhirnya, untuk memerankan permainan kehidupan ini, kita semua tetap membutuhkan penunjang sejati kehidupan, berupa ruang hidup yang baik; kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan; kebutuhan biologis sebagai upaya keberlanjutan generasi manusia; kebutuhan bersosialisasi dan hubungan antar sesama maupun dengan semesta; dan tentu saja berhubungan secara intim dengan diri sendiri dalam kesederhanaan pola pikir.
Semua itu perlu upaya yang harus kita lakukan sebagai manusia, juga segmentasi peran dalam mengisi kemerdekaan berpikir saintifik yang sedang berlangsung, dan untuk mempersiapkan masa depan yang sarat ketidakpastian. Sisi kepastian sejati itulah yang menjadi tugas mulia kita saat ini.
Kita harus mau mengevaluasi diri dengan mengubah persepsi berpikir terkait peran dalam kehidupan ini, sehingga selaku sebuah bangsa yang merdeka, kita bisa lebih baik dalam berkehidupan serta berkedaulatan. Sudah saatnya kita harus mulai berpikir sebagai subjek dan objek sekaligus, dari sebuah peran dalam berbangsa-bernegara.
Pertama, negara kita dikaruniai Tuhan dengan lahan yang subur dan sinar matahari yang cukup sepanjang tahun. Maka, sudah sepatutnya kita menjadi subjek utama dalam perputaran kebutuhan pangan dunia.
Namun kalau kita selalu mengekor sistem yang ada sekarang dan rakyat Indonesia tidak boleh begini dan begitu, maka kita akan selalu dipaksa mengikuti pola bangsa lain. Padahal justru mereka tidak memiliki ruang hidup sebaik yang kita miliki di sini.
Apabila itu terus berlangsung, alhasil merekalah yang selalu menjadi pemenang karena kecerdikan dan kelicikannya dalam mengendalikan corak peradaban manusia.
Kedua, dalam hal berkeyakinan, kita juga harus berpikir sebagai subjek, jangan lagi menjadi objek yang harus manut pada aturan bangsa asing dengan selalu mengatasnamakan Tuhan.
Karena pada kenyataannya, khalifah Tuhan di dunia ini adalah semua manusia. Pengooptasian kepemilikan “tuhan” seolah itu hanya milik mereka dan menempatkan bangsanya sebagai subjek, dan memosisikan bangsa kita sebagai objek dari sebuah keyakinan, sudah terlalu lama menguntungkan mereka dan sangat merugikan bangsa ini.
Mulailah berpikir sebagai subjek dalam berkeyakinan kepada Tuhan yang sesungguhnya. Tidak terdogmatisasi dalam sistem berketuhanan bangsa asing, yang telah meramu hal itu dalam format dagang dan ekonomi. Cobalah kita merenung tentang jati diri sendiri, agar kita tidak lagi menjadi objek yang seolah tiada sudah dieksploitasi bangsa asing
Ketiga, semua yang terwujud dalam kehidupan ini, bahan dasarnya ada di dalam bumi. Bangsa kita dianugerahi Tuhan memiliki tanah yang kandungannya paling lengkap di seantero dunia. Segala sumber hayati, energi, mineral, logam, bahan bangunan dan senjata, semua tersedia di Indonesia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.