Mbah Rono, begitu dia disapa, mengatakan, erupsi Gunung Semeru disebabkan oleh gundukan atau kubah lava yang gugur akibat hujan.
"Erupsi yang orang bayangkan seperti Merapi 2010, jebol kawah menjadi suatu letusan, awan panas letusan, di Semeru tidak. Memang Semeru sering terjadi letusan berupa gas, uap, abu vulkanik, tapi dia cuma mengeluarkan lelehan lava yang membentuk gundukan atau kubah lava," ujar Surono.
Baca juga: Mbah Rono: Erupsi Gunung Semeru Tidak Seperti Letusan Merapi Tahun 2010
"Gundukan ini makin lama makin besar volumenya. Nah, musim hujan ini bisa jadi membuat kubah lava sebagian menjadi batu, sebagian lagi masih cair longsor," lanjut dia.
Mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ini menjelaskan, gundukan tersebut menghasilkan uap atau gas yang bercampur dengan debu halus, material kerikil hingga bongkahan yang membentuk awan panas guguran.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Eko Budi Lelono mengatakan, pihaknya masih memonitor dan mencari data penyebab pasti erupsi Gunung Semeru.
"Kami masih melihat, memantau, memonitor, dan mencari data-data untuk memastikan kejadian (erupsi) kemarin itu kira-kira penyebabnya yang pasti apa," kata Eko.
Eko menyampaikan, berdasarkan catatan rekaman seismik milik Badan Geologi, aktivitas Gunung Semeru terpantau normal.
Baca juga: Badan Geologi Masih Cari Data untuk Ketahui Penyebab Pasti Erupsi Gunung Semeru
Oleh karena itu, pihaknya masih mengumpulkan data-data untuk mengetahui penyebab erupsi Semeru, termasuk kemungkinan adanya faktor eksternal berupa curah hujan.
"Apakah ada faktor eksternal berupa curah hujan tinggi sehingga menyebabkan ketidakstabilan kubah lava dan terjadilah luncuran awan panas guguran yang cukup jauh. Kami terus memonitor aktivitas Gunung Semeru," kata dia.
Lebih lanjut Eko mengatakan, pasca-letusan yang terjadi pada Sabtu (4/12/2021) sore, pihaknya juga masih merekam terjadinya beberapa erupsi berupa awan panas guguran.
Awan panas guguran, kata dia, merupakan ciri khas dari erupsi Semeru.
Setidaknya ada tiga awan panas guguran yang terjadi pada Minggu (5/12/2021), yakni terjadi pada dini hari pukul 00.30, setelah subuh pukul 05.00, dan pada pukul 10.00.
"Dua pertama memang tidak terlihat seberapa jauh gugurannya karena visualisasi tertutup kabut. Kemudian yang jam 10.00 masih bisa terpantau, lebih kurang 2 kilometer luncurannya dari puncak. Mungkin sedikit menurun jarak luncurnya dengan yang Sabtu kemarin yang lebih besar," kata dia.
Pihaknya pun mendapatkan informasi tentang jarak luncur yang mencapai 10-11 kilometer. Namun, hal ini masih terus diselidiki karena untuk mencapai lokasi tidak mudah.
"Meskipun demikian ada penurunan, tapi kami pantau terus. Ini kan kami 24 jam sehari untuk aktivitas Gunung Semeru ini. Mudah-mudahan, erupsi-erupsi lain tidak terlalu besar meskipun nanti akan terjadi lagi," kata dia.
Eko juga meminta semua pihak mewaspadai curah hujan. Pihaknya berharap curah hujan tidak ekstrem agar tidak memicu hal-hal lain yang terjadi.
Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edison Kurniawan memastikan bahwa penerbangan hingga Minggu (5/12/2021) masih normal dan tidak terganggu abu vulkanik erupsi Gunung Semeru.
Baca juga: BMKG Sebut Penerbangan Masih Normal, Tak Terganggu Abu Vulkanik Semeru
"Kami melihat tidak ada potensi atau sebaran dari abu vulkanik akibat erupsi Gunung Semeru yang mengganggu penerbangan hingga saat ini. Jadi artinya untuk penerbangan hingga hari ini masih dikatakan normal," kata Edison.
Hal tersebut terlihat berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, termasuk dari data di Stasiun Meteorologi Banyuwangi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.