JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dea Tunggaesti mengatakan, permintaan agar Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni mundur dari kepanitian Formula E bertujuan untuk mengingatkan.
“Justru pernyataan itu merupakan tanda sayang sebagai sesama kawan koalisi, bukan lancang. Kami bersuara sebagai sesama partai pendukung Pak Jokowi,” kata Dea, melalui keterangan pers, Kamis (2/12/2021).
Baca juga: Sahroni Tak Ambil Pusing Penunjukannya sebagai Ketua Pelaksana Formula E Dianggap Politis
Sebagai sesama partai koalisi, menurut Dea, Partai Nasdem sudah sepantasnya menjaga agar Presiden Joko Widodo jangan sampai terseret kasus Formula E yang sejak awal bermasalah.
Dea menegaskan, budaya saling mengingatkan harus dilakukan di antara partai pendukung pemerintahan Presiden Jokowi.
“Budaya saling mengingatkan penting untuk memastikan koalisi tetap di satu haluan dalam menjaga Pak Jokowi. Kalau kami diam, justru keliru,” ucap Dea.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menilai, permintaan PSI kepada Nasdem agar Ahmad Sahroni mundur dari kepanitiaan pelaksanaan Formula E terlalu lancang.
Ali mengatakan, Formula E merupakan ajang internasional yang mesti didukung karena akan mempromosikan wajah Indonesia, bukan hanya DKI Jakarta.
"Itu sikap terlalu lancang menurut saya sih, dia ketika kegiatan perhelatan Formula E ini adalah kelas internasional, maka tentunya ini bukan kegiatan DKI Jakarta mestinya kan. Ini adalah bagaimana hasil Formula E ini nanti akan menceritakan bagaimana wajah Indonesia secara keseluruhan," kata Ali kepada wartawan, Rabu (1/12/2021) malam.
Baca juga: PSI Minta Sahroni Lepas Jabatan Ketua Pelaksana Formula E, Waketum Nasdem: Lancang
Ali juga menegaskan, keterlibatan Sahroni dalam panitia pelaksana Formula E bukan karena penunjukkan oleh Nasdem, tetapi karena Sahroni merupakan Sekretaris Jenderal Ikatan Motor Indonesia (IMI) yang lama bergelut di bidang otomotif.
Ali pun mempertanyakan alasan PSI meminta Sahroni mundur dari jabatan ketua pelaksana Formula E karena dinilai akan membahayakan posisi Presiden Joko Widodo.
Menurut Ali, Jokowi bukanlah orang yang tidak tahu apa-apa. Ia yakin, Jokowi mengetahui apa yang terbaik bagi Indonesia.
"Di mana membahayakan ke Pak Jokowi? Jangan kita mendramatisasi situasi. Kalau kemudian itu membahayakan Pak Jokowi, ya Pak Jokowi enggak usah terima, kok ini diributin sih?" ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.