Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Refleksi Akhir Tahun tentang Perlunya Grand Strategy

Kompas.com - 02/12/2021, 13:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA yakin semua pihak sepakat bahwa Indonesia membutuhkan grand strategy yang tepat untuk keluar dari stagnasi ekonomi, keluar dari kebekuan politik, dan menjauh dari efek lanjutan bencana pandemik, agar penghuni Istana (Presiden) dan penduduk gedung Senayan (anggota DPR/MPR) tidak hanya menjadi pemimpin dan elite-elite yang menjalankan aktivitasnya sebagaimana biasanya, as usual.

Mereka bisa menjadi pemimpin dan elite-elite yang benar-benar bekerja mendekati masalah-masalah yang dihadapi masyarakat sedekat-dekatnya, lalu menggunakan segala wewenang (fiskal, administratif, dan politis) untuk menyelesaikannya.

Jika inisiatif mengetengahkan isu strategis semacam itu tidak datang dari lingkaran pemimpin dan elite politik, kecil kemungkinan akan datang dari bawah. Karena pemilih atau masyarakat pemilih cenderung lebih menikmati segala sesuatu yang disajikan oleh para elite, ketimbang menginisiasi dari bawah.

Baca juga: Wujudkan Indonesia Berdaulat Pangan, Pakar Ekonomi Minta Pemerintah Bangun Strategi Besar

 

Hal ini sangat bisa dipahami, mengingat begitu banyak persoalan yang dihadapi masyarakat, apalagi setelah diberlakukannya protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.

Karena itu, peran pemimpin dan elite politik dalam menjaga arah proses politik yang sedang berlangsung sangat diperlukan, tidak saja agar berjalan dalam koridor legal, tapi juga tetap pada koridor solutif di mana para pemimpin dan para elite memang benar-benar paham persoalan yang sedang dihadapi Indonesia serta memiliki kapasitas untuk merumuskan dan mengeksekusi grand strategy untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.

Masalahnya, goresan grand strategy tersebut, tidak lahir dari proses politik yang berjalan sendiri-sendiri. Grand strategy tentang bagaimana menyelesaikan persoalan-persoalan di Indonesia dan membawa Indonesia ke level kebaikan yang lebih tinggi, tidak lahir begitu saja dari proses teknis politik, yang dijalankan atas hitung-hitungan popularitas, akseptabilitas, elektabilitas, dan konfigurasi kepartaian yang melingkarinya.

Karena itulah, sampai hari ini, kita masih buta tentang grand strategy Indonesia untuk lima tahun atau sepuluh tahun mendatang dari para elite yang telah dinyatakan legitimate secara politik dan layak secara legal-prosedural oleh pemilih, karena nyatanya tak pernah diarahkan prosesnya ke sana.

Indonesia sesungguhnya mau kemana? Mau seperti apa lima tahun atau sepuluh tahun mendatang? Dengan cara dan instrumen apa menuju ke sana? Publik masih belum melek tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan penting semacam itu.

Yang jelas, grand strategy tak jatuh dari langit, tak pula dari mimpi di sepertiga malam. Saya mendapatkan gambaran teknis yang cukup bagus soal grand strategy ini dari Ganesh Sitaraman, professor hukum di Vanderbilt Law School saat beliau menulis analisanya di majalah Foreign Affair edisi September-Oktober 2019, berjudul "A Grand Strategy of Resilience: American Power in the Age of Fragility". Sitaraman juga adalah penulis buku The Great Democracy: How to Fix Our Politics, Unrig the Economy, and Unite America.

Dalam artikel di majalah Foreign Affair itu beliau menulis, "Grand strategy is won, not found. It emerges from argument and debate. And it is useful precisely because it offers guidance in a complex world".

Jadi, grand strategy memang harus dimenangkan, bukan ditemukan begitu saja. Grand strategy lahir dari proses perdebatan dan adu argumentasi yang rasional. Karena itulah dikatakan grand strategy, yang akan menjadi guidance dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.

Inilah tahapan yang semestinya sudah dilalui oleh para pemimpin dan para elite yang telah dinyatakan layak masuk arena elite kenegaraan. Masalahnya, pemerintah dan DPR hari ini minim perdebatan dan dialektika ideasional.

Pemerintah terkesan sangat alergi dengan perbedaan. Namun tak ada kata terlambat untuk memulai kembali hari ini. Angkat perkara umum yang dialami Indonesia, kemudian jejerkan persoalan demi persoalan yang ada sebagai penopang persoalan umum, lemparkan ke ruang publik, dan tawarkan grand strategy serta rencana programatis-teknisnya.

Untuk apa? Untuk diperdebatkan, untuk disanggah atau dikritisi atau dilengkapi, oleh para elite politik dan elite intelektual yang ada, untuk ditantang secara intelektual oleh oposisi dengan sudut pandang dan kacamata lain, serta dengan grand strategy lain.

Mengapa saya mengatakan ini? Karena kompetisi elektoral telah selesai dan masih tiga tahun lagi menuju kompetisi selanjutnya. Sekarang adalah proses untuk menguji pemahaman para pemimpin dan para elite atas berbagai persoalan yang ada dan untuk memastikan kapasitas serta kreativitas mereka dalam melahirkan grand strategy yang mumpuni dan konstektual untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com