Menurut dia, para orangtua perlu mengembangkan digital parenting untuk mencegah terjadinya kekerasan.
Terutama edukasi pencegahan kekerasan seksual terhadap anak melalui internet.
Nahar mengatakan, digital parenting merupakan pengawasan dan pendampingan dialogis bagi anak dengan cara membangun ruang diskusi dengan anak.
"Sehingga anak dapat memahami dampak konten bagi kesehatan jiwa, fisik dan perkembangan mentalnya," ujar dia.
Baca juga: Dukung RUU TPKS Segera Disahkan, Lakpesdam NU: Kekerasan Seksual Lebih Berat dari Korupsi
Diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dittipidsiber Bareskrim Polri) menangkap seorang predator seksual anak berinisial S yang menjalankan aksinya melalui game online Free Fire.
Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Polri Reinhard Hutagaol mengungkapkan, pelaku mengiming-imingi dan memaksa para korbannya untuk melakukan video call sex (VCS).
"Tersangka juga memasksa korban untuk mau diajak VCS atau video call sex melalui aplikasi WhatsApp. Jadi anak-anak itu menjadi korban daripada tersangka dengan janji diberikan diamond,” kata Reinhard dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/11/2021).
Reinhard menjelaskan, tersangka S ini menggunakan game online Free Fire untuk mencari korban anak di bawah umur.
Awalnya, tersangka berkenalan dengan korban melalui fitur chat di dalam game kemudian meminta nomor WhatsApp korban.
Lebih lanjut, tersangka mulai menjanjikan akan memberikan korban sekitar 500-600 diamond atau alat transaksi dalam game untuk mengoptimalkan performa permainan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.