Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaji Tata Kelola Pupuk, Ombudsman Temukan 5 Potensi Malaadministrasi

Kompas.com - 01/12/2021, 05:20 WIB
Irfan Kamil,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan lima potensi malaadministrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi berdasarkan hasil Kajian Sistemik tentang Pencegahan Malaadministrasi dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menyebut potensi malaadministrasi pertama adalah tidak dituangkannya kriteria secara detail petani penerima pupuk bersubsidi dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.

Kedua, ujar dia, ditemukan ketidakakuratan data petani penerima pupuk bersubsidi.

"Pendataan petani penerima pupuk bersubsidi dilakukan setiap tahun dengan proses yang lama dan berujung dengan ketidakakuratan pendataan," ujar Yeka di Kantor Ombudsman RI dikutip dalam siaran pers, Selasa (30/11/2021).

Baca juga: Ombudsman Minta Kemensos Buka Data Jutaan Data Peserta BPJS Kesehatan yang Terpental

Menurut dia, jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, Ombudsman RI melihat adanya potensi malaadministrasi dalam proses pendataan.

"Yang berakibat pada buruknya perencanaan dan kisruhnya penyaluran pupuk bersubsidi," kata dia.

Adapun hasil kajian tersebut disampaikan secara langsung kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, dan PT Pupuk Indonesia.

Potensi malaadministrasi ketiga, lanjut Yeka, terbatasnya akses bagi petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi serta permasalahan transparansi proses penunjukan distributor dan pengecer resmi.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Sebut Putusan MA soal TWK Tepis Dugaan Malaadministrasi dan Pelanggaran HAM

Keempat, mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi yang belum selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik dan prinsip 6T yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.

Terakhir, belum efektifnya mekanisme pengawasan pupuk bersubsidi.

Dalam rangka perbaikan tata kelola Pupuk Bersubsidi, Ombudsman RI menyampaikan saran perbaikan di antaranya mengenai perbaikan kriteria petani penerima pupuk bersubsidi dengan beberapa opsi.

"Misalnya, pupuk bersubsidi alokasinya diberikan 100 persen kepada petani tanaman pangan dan hortikultura sesuai kebutuhan lahannya dengan luas lahan garapan di bawah 0,1 hektar," ucap Yeka.

Baca juga: Ombudsman Nilai Harusnya Tes PCR Bisa Digratiskan

Mengenai akurasi pendataan petani penerima pupuk bersubsidi, Ombudsman menyarankan agar dilaksanakan pendataan penerima pupuk subsidi dilakukan setiap lima tahun sekali dengan evaluasi setiap tahun.

Selain itu, dapat dilaksanakan penyusunan mekanisme pelibatan aparatur desa dalam pendataan, verifikasi dan validasi rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) Pupuk Bersubsidi.

"Ombudsman RI akan melakukan monitoring dan pendampingan terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan saran perbaikan terkait tata kelola pupuk bersubsidi," tutur Yeka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com