JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 7.079 laporan gratifikasi dari Januari 2015 hingga September 2021.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, dari laporan yang masuk itu, 6.310 di antaranya ditetapkan menjadi milik negara.
“Laporan gratifikasi yang laporan masuk itu ada 7.709, yang kemudian kami tetapkan menjadi milik negara itu 6.310,” ujar Ghufron dalam Webinar Pengendalian Gratifikasi bertajuk "Mencabut Akar Korupsi", Selasa (30/11/2021)
“Sementara nilainya kalau diuangkan ada Rp 171 miliar,” kata dia.
Baca juga: KPK Telusuri Dugaan Fee Proyek dan Gratifikasi yang Diterima Abdul Wahid
Menurut Ghufron, gratifikasi dapat menimbulkan tidak obyektifnya penyelenggara negara dalam memberikan pelayanan.
Oleh sebab itu, kata dia, KPK diberi tugas untuk menegakkan antigratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya di Pasal 12 A dan B.
“Karena gratifikasi kalau diberikan kepada penyelenggara negara, yang mestinya bersifat obyektif dan adil, itu takut mengganggu. karena itu kemudian dilarang,” ujar dia.
Ghufron menyampaikan, pada prinsipnya gratifikasi adalah semua bentuk hadiah atau pemberian, baik uang, barang ataupun jasa kepada penyelenggara negara.
Baca juga: Profil Bupati HSU Abdul Wahid, Eks Wartawan yang Jadi Tersangka Suap dan Gratifikasi
Namun, ujar dia, gratifikasi itu dianggap menjadi suap jika tidak dilaporkan selama 30 hari kerja setelah menerima gratifikasi tersebut.
“Jika suap, maka kami kemudian kita tetapkan sebagai gratifikasi yang dirampas negara dan hasilnya rampasannya di setorkan kepada negara,” ucap Ghufron.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.