JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan, Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 mengenai prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum inkonstitusional atau tidak sejalan dengan konstitusi.
"Kami menilai bahwa surat telegram TNI ini inkonstitusional. Sebab melanggar prinsip equality before the law (persamaan di hadapan hukum) sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945," ujar peneliti Kontras Rozy Brilian, dalam keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021).
Dalam surat telegram ini, Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya kini tak bisa sembarangan memanggil prajurit TNI untuk dimintai keterangan terkait sebuah perkara.
Baca juga: Telegram Panglima, Pemeriksaan Prajurit TNI di KPK-Polri-Kejaksaan Harus Izin Komandan
Dalam aturan baru, pemanggilan prajurit TNI yang tersandung permasalahan hukum oleh kepolisian harus melalui komandan atau kepala satuan.
Adapun surat telegram ini keluar tak lepas adanya sejumlah peristiwa pemanggilan prajurit TNI oleh Korps Bhayangkara yang dinilai tidak sesuai prosedur.
Karena itu, aturan ini dibuat bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman, meminimalkan permasalahan hukum, dan terselenggaranya ketaatan prajurit TNI.
Di sisi lain, Rozy menilai, surat telegram ini menempatkan aparat penegak hukum dalam situasi yang menyulitkan.
Sebab, mereka akan kesulitan dalam mengusut tuntas pelanggaran yang dilakukan oleh aparat militer karena memiliki berbagai keterbatasan. Hal ini sebagaimana substansi surat telegram tersebut.
Baca juga: Aparat Penegak Hukum Tak Boleh Sembarangan Panggil Anggota TNI, Ini Kata KPK
Misalnya, terkait hal melakukan pemanggilan dalam suatu proses hukum. Sesuai aturan itu, penegak hukum harus melalui dan berkoordinasi dengan komandan atau kepala satuan TNI terkait.
Menurut Rozy, penambahan prosedur ini menjadikan mekanisme hukum semakin berbelit sehingga berimplikasi pada lemahnya penegakan hukum materiil.
"Belum lagi kultur atasan yang seringkali melindungi bawahannya apabila melakukan pelanggaran," ujar Rozy.
Selain itu, Rozy menegaskan, surat telegram ini merupakan upaya untuk memberikan keistimewaan bagi aparat TNI agar kebal terhadap proses hukum yang berlaku.
Padahal, selama ini proses pelanggaran hukum yang dilakukan oleh prajurit TNI masih jauh dari sistem yang transparan dan akuntabel.
Baca juga: Soal Aturan Pemeriksaan TNI, Polri Kedepankan Equality Before The Law