JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti berpendapat, sistem presidential threshold justru memperlemah sistem demokrasi di Indonesia.
Padahal, ia mengatakan, presidential threshold awalnya untuk memperkuat sistem presidensial dan demokrasi. Namun, kata dia, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.
“Kalau didalilkan untuk memperkuat sistem presidensil, agar presiden terpilih punya dukungan kuat di parlemen, justru secara teori dan praktik, malah membuat mekanisme check and balances menjadi lemah,” kata LaNyalla dalam keterangannya, Sabtu (20/11/2021).
Baca juga: Presidential Threshold Pilpres 2024 Dinilai Rugikan Kaum Perempuan dan Kalangan Non-Partai
Adapun hal tersebut disampaikannya pada acara "Simposium Politik; Terbunuhnya Sistem Demokrasi Akibat Presidential Treshold dan Kepentingan Partai Politik" yang diselenggarakan UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Sabtu.
La Nyalla mengatakan, partai politik besar dan gabungan partai politik menjadi pendukung presiden terpilih, sehingga, menurut dia, yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan partai politik melalui fraksi di DPR menjadi legitimator kebijakan pemerintah.
“Termasuk secepat kilat menyetujui apapun kebijakan pemerintah. Juga pengesahan perppu atau calon-calon pejabat negara yang dikehendaki pemerintah,” ucap dia.
Jika ditimbang dari sisi manfaat dan mudaratnya, La Nyalla menilai, presidential threshold penuh dengan mudarat.
Sebab, ambang batas pencalonan presiden menyumbang polarisasi tajam di masyarakat, akibat minimnya jumlah calon.
Baca juga: PKS Nilai Presidential Threshold Perlu Diturunkan
Ia mencontohkan bagaimana dalam dua kali pilpres, hanya ada 2 pasang calon yang berkontestasi.
“Bagaimana kita melihat pembelahan yang terjadi di masyarakat. Antar-kelompok berseteru dan selalu melakukan anti-thesa atas output pesan yang dihasilkan baik dalam bentuk kalimat verbal, maupun simbol dan aksi," kata.
"Puncaknya, anak bangsa ini secara tidak sadar membenturkan vis-à-vis Pancasila dengan Islam. Hanya karena semangat melakukan apapun yang bersifat anti-thesa, untuk menjelaskan identitas dan posisi. Padahal tidak satupun tesis yang bisa menjelaskan pertentangan antara Pancasila dengan Islam,” kata dia.
Akibatnya, kata dia, bangsa Indonesia juga disuguhi kegaduhan nasional. Sesama anak bangsa saling melakukan persekusi dan saling melaporkan ke ranah hukum.
"Seolah tidak ada lagi ruang dialog dan tukar pikiran. Belum lagi tradisi bar-bar seperti sweeping bendera, sweeping forum diskusi dan lain-lain, yang sama sekali tidak mencerminkan kehidupan di negara demokrasi," tutur dia.
Baca juga: Susi Pudjiastuti: Presidential Threshold Tak Memungkinkan Orang Non-Parpol Nyapres
Menurut La Nyalla, hal tersebut merupakan dampak buruk penerapan ambang batas pencalonan Presiden, atau dalam kasus tertentu juga terjadi di ajang pemilihan kepala daerah.
"Di mana rakyat dihadapkan hanya kepada dua pilihan,” kata dia.
La Nyalla tak memungkiri jika berkongsi dalam politik adalah wajar.
Namun, hal itu menjadi jahat ketika kongsi tersebut mendesain agar hanya ada dua pasang kandidat capres-cawapres yang berlawanan dan memecah bangsa.
"Atau sebaliknya seolah-olah berlawanan, tapi sudah didesain siapa yang bakal menang," kaa La Nyalla.
Menurut dia, apabila polarisasi rakyat dan kegaduhan terjadi dalam skala nasional serta masif, yang diuntungkan adalah para oligarki.
Ia menilai, para oligarki itu sibuk menumpuk kekayaan dengan menguras sumber daya di Indonesia.
Baca juga: Tak Berkedudukan Hukum, Gugatan Rizal Ramli soal Presidential Threshold Ditolak MK
Di sisi lain, ia juga melihat bahwa ambang batas pencalonan presiden tidak sesuai keinganan masyarakat.
Menurut dia, presidential threshold mengerdilkan potensi bangsa yang sejatinya negeri ini tidak kekurangan calon pemimpin.
"Tetapi, kemunculannya digembosi aturan main tersebut. Rakyat menjadi berkurang pilihannya karena semakin sedikit kandidat yang bertarung," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.