Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

La Nyalla Nilai Sistem Presidential Threshold Perlemah Demokrasi

Kompas.com - 21/11/2021, 07:42 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti berpendapat, sistem presidential threshold justru memperlemah sistem demokrasi di Indonesia.

Padahal, ia mengatakan, presidential threshold awalnya untuk memperkuat sistem presidensial dan demokrasi. Namun, kata dia, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.

“Kalau didalilkan untuk memperkuat sistem presidensil, agar presiden terpilih punya dukungan kuat di parlemen, justru secara teori dan praktik, malah membuat mekanisme check and balances menjadi lemah,” kata LaNyalla dalam keterangannya, Sabtu (20/11/2021).

Baca juga: Presidential Threshold Pilpres 2024 Dinilai Rugikan Kaum Perempuan dan Kalangan Non-Partai

Adapun hal tersebut disampaikannya pada acara "Simposium Politik; Terbunuhnya Sistem Demokrasi Akibat Presidential Treshold dan Kepentingan Partai Politik" yang diselenggarakan UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Sabtu.

La Nyalla mengatakan, partai politik besar dan gabungan partai politik menjadi pendukung presiden terpilih, sehingga, menurut dia, yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan partai politik melalui fraksi di DPR menjadi legitimator kebijakan pemerintah.

“Termasuk secepat kilat menyetujui apapun kebijakan pemerintah. Juga pengesahan perppu atau calon-calon pejabat negara yang dikehendaki pemerintah,” ucap dia.

Jika ditimbang dari sisi manfaat dan mudaratnya, La Nyalla menilai, presidential threshold penuh dengan mudarat.

Sebab, ambang batas pencalonan presiden menyumbang polarisasi tajam di masyarakat, akibat minimnya jumlah calon.

Baca juga: PKS Nilai Presidential Threshold Perlu Diturunkan

Ia mencontohkan bagaimana dalam dua kali pilpres, hanya ada 2 pasang calon yang berkontestasi.

“Bagaimana kita melihat pembelahan yang terjadi di masyarakat. Antar-kelompok berseteru dan selalu melakukan anti-thesa atas output pesan yang dihasilkan baik dalam bentuk kalimat verbal, maupun simbol dan aksi," kata.

"Puncaknya, anak bangsa ini secara tidak sadar membenturkan vis-à-vis Pancasila dengan Islam. Hanya karena semangat melakukan apapun yang bersifat anti-thesa, untuk menjelaskan identitas dan posisi. Padahal tidak satupun tesis yang bisa menjelaskan pertentangan antara Pancasila dengan Islam,” kata dia. 

Akibatnya, kata dia, bangsa Indonesia juga disuguhi kegaduhan nasional. Sesama anak bangsa saling melakukan persekusi dan saling melaporkan ke ranah hukum.

"Seolah tidak ada lagi ruang dialog dan tukar pikiran. Belum lagi tradisi bar-bar seperti sweeping bendera, sweeping forum diskusi dan lain-lain, yang sama sekali tidak mencerminkan kehidupan di negara demokrasi," tutur dia.

Baca juga: Susi Pudjiastuti: Presidential Threshold Tak Memungkinkan Orang Non-Parpol Nyapres

Menurut La Nyalla, hal tersebut merupakan dampak buruk penerapan ambang batas pencalonan Presiden, atau dalam kasus tertentu juga terjadi di ajang pemilihan kepala daerah.

"Di mana rakyat dihadapkan hanya kepada dua pilihan,” kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com