Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Suara Tidak Sah pada Pemilu 2019, KPU Cari Desain Surat Suara yang Mudahkan Masyarakat

Kompas.com - 20/11/2021, 16:55 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik mengatakan, persentase suara tidak sah pada Pemilu 2019 tinggi.

Tingginya jumlah suara tidak sah itu disebabkan pemilih kesulitan memberikan suara karena banyaknya surat suara pada pemilu dua tahun lalu.

"Berdasarkan survei LIPI pada 2019 dan survei Litbang Kompas pada 2021, suara tidak sah pada Pemilu Anggota DPD mencapai 19,2 persen. Sebagian besar karena tidak dicoblos," ujar Evi dalam siaran pers KPU RI, Sabtu (20/11/2021).

"Dan suara tidak sah Pemilu Anggota DPR yang mencapai 11,1 persen. Padahal rata-rata maksimal suara tidak sah yang bisa ditolerir adalah sebesar 3-4 persen saja," tegasnya.

Baca juga: KPU Gelar Simulasi Penyederhaaan Surat Suara Pemilu

Selain itu, kata Evi, penggunaan formulir pada Pemilu 2019 juga menyisakan berbagai catatan dan evaluasi, khususnya dalam pelaksanaan tahapan penghitungan suara.

Sorotan yang mengemuka dalam catatan penyelenggaraan penghitungan suara adalah beban kerja petugas KPPS.

Petugas KPPS harus menghitung lima jenis surat suara.

"Yang mana pada surat suara legislatif di setiap tingkatan harus dibacakan perolehan suara setiap calon, pada setiap partai politik yakni 16 partai politik nasional dan 4 partai politik lokal Aceh," jelas Evi.

"Kemudian dituangkan dalam formulir C.Plano setiap jenis pemilihan. Setelah selesai melakukan penghitungan suara, petugas KPPS masih harus menyelesaikan pencatatan administrasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara," lanjutnya.

Baca juga: Gelar Simulasi, KPU: Penyederhanaan Surat Suara Mudahkan Pemilih dan Penyelenggara

Petugas juga harus menyalin Formulir C.1 untuk setiap jenis pemilihan yang disampaikan kepada setiap saksi pasangan calon dan partai politik.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, KPU RI menilai perlu dilakukan evaluasi dan dikaji kembali desain surat suara dari aspek teknis dan regulasi.

Selain itu, desain surat suara dan formulir yang tepat untuk digunakan dalam Pemilu 2024 perlu ditata ulang.

"Dengan tetap menerapkan prinsip memudahkan pemilih, memudahkan dan meringankan beban kerja petugas KPPS," ungkap Evi.

Lalu, perlu dipertimbangkan juga akurasi dalam pemungutan dan penghitungan suara serta efisiensi penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan UU Pemilu.

Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah dan KPU Sepakat, Pencoblosan Pemilu pada Februari 2024

Oleh karena itu, dalam rangka mengevaluasi penggunaan surat suara dan formulir penghitungan suara, KPU RI melakukan simulasi bertajuk "Pemberian Suara dan Penghitungan Suara pada Penyederhanaan Surat Suara dan Formulir Pemilihan Umum Serentak 2024" yang digelar di Kota Manado, Sulawesi Utara pada Sabtu.

Kegiatan ini melibatkan 100 orang yang terdiri dari para mahasiswa, akademisi, pengawas pemilu, dan pegiat pemilu.

"Harapan kami mendapatkan kajian yang komprehensif terhadap penggunaan desain surat suara dan formulir penghitungan suara," tutur Evi.

Dia menambahkan, selain digelar di Sulawesi Utara, kegiatan simulasi nantinya juga akan dilaksanakan di KPU Provinsi Bali dan di KPU Provinsi Sumatera Utara pada Desember mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com