Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Demokrasi Disandera Oligarki

Kompas.com - 20/11/2021, 14:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Susahnya, agak sukar mengidentifikasi korban oligarki. Sebab yang diterjang adalah demos sebagai kesatuan politik daulat rakyat. Bukan terfragmentasi seperti model polarisasi buruh dan pengusaha misalnya.

Selain itu, dari sisi penegakan hukum, tidak sedikit pelaku korupsi diduga terafirmasi dalam jejaring oligarki.

Sebab, tidak sedikit oknum pejabat publik yang tersandung kasus korupsi memiliki latar belakang pebisnis.

Maka, penyalahgunaan kekuasaan di dalam konteks ini seringkali dalam rangka pembesaran akses bisnisnya untuk menutupi mahalnya biaya politik yang seperti sudah menjadi keniscayaan.

Perbaikan

Tidak mudah keluar dari jeratan oligarki. Robertus Robert menawarkan penguatan demos melalui populisme. Namun, ia pun mewanti-wanti agar populisme tidak tergelincir pada isu mayoritarian sehingga menggusur esensi perjuangan demokrasi.

Apalagi jika populisme dirangkai dengan isu agama, itu akan semakin mengubur kemungkinan lolos dari oligarki.

Malah bukan mustahil, populisme berbau agama justru dimanfaatkan oleh oligark lain yang sakit hati karena tidak kebagian akses bisnis dari negara. Ujungnya sekadar transaksional.

Bagi penulis, tidak ada jalan lain untuk keluar dari oligarki selain melakukan koreksi mendasar atas sistem demokrasi.

Tidak dapat dinafikan, selama ini demokrasi pasca-reformasi cenderung terlalu berlebihan melembagakan demokrasi prosedural.

Demokrasi yang lekas puas diri apabila pemilu sudah diselenggarakan dan lembaga demokrasi seperti Mahkamah Konstitusi dan parlemen terbentuk.

Menurut penulis, demokrasi harus didesak ke arah substansial di mana kesadaran kritis warga harus dibangun. Dengan daya kritis ini warga mampu memberdayakan dirinya untuk tidak mudah tergiur praktik-praktik pengkhianatan demokrasi, semisal politik uang.

Demikian pula perlu dipikirkan agar biaya politik dapat ditekan. Sistem kepartaian disederhanakan. Negara menanggung biaya kepartaian.

Dengan begitu, para kader partai tidak perlu lagi memikirkan dana untuk disisihkan pada partai. Termasuk segala tetek bengek terkait biaya pencalonan dirinya ketika hendak mengisi jabatan publik.

Kader partai cukup fokus mengkontestasikan gagasan, pemikiran, dan integritasnya untuk dapat diwakafkan di arena politik.

Dengan begitu, politik bisa kembali pada hakikat maknanya sebagai upaya mengelola negara untuk mencapaikan kebaikan bersama. Bukan kebaikan segelintir atau sebatas kerabat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com