JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, banyak sekali pihak yang ingin berinvestasi di Pertamina dan PLN.
Namun, hal itu terhambat birokrasi dan sistem di BUMN sendiri.
"Saya melihat sebetulnya investasi yang ingin masuk ke Pertamina, ke PLN, ini antre dan banyak sekali, tapi ruwetnya itu ada di birokrasi kita dan juga ada di BUMN kita sendiri," ujar Jokowi saat memberikan arahan kepada direksi dan komisaris Pertamina dan PLN di Istana Negara, sebagaimana dilansir dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11/2021).
Baca juga: Jokowi ke PLN dan Pertamina: Kalau Ada Persoalan yang Ada Politisnya Sampaikan ke Saya
"Terus (terang) saya ini orang lapangan ya, saya kadang ingin marah untuk sesuatu yang saya tahu, tapi kok sulit banget dilakukan. Sesuatu yang gampang tapi kok sulit dilakukan, kok sulit? Enggak jalan-jalan," tegasnya.
Jokowi meminta kondisi-kondisi seperti itu harus terus diperbaiki dengan profesionalisme dari jajaran komisaris dan direksi BUMN.
Jokowi mengingatkan, setiap penugasan harus dihitung konsekuensinya oleh Pertamina dan PLN.
"Bagi PLN dari tarif seperti apa, bagi Pertamina terutama untuk premium dan LPG seperti apa, dan itu disampaikan transparan dan terbuka," ungkap Jokowi.
Baca juga: Jokowi Sebut Pemimpin UEA Puji RI Kini Serba Cepat, Beda dari Sebelumnya
"Blak-blakan dengan angka-angka, dengan kalkulasi, dengan hitungan, tapi yang logis, karena penugasan terus wah mikirnya tidak dicek, enggak dikontrol," lanjutnya.
Artinya, kata Jokowi, Pertamina dan PLN harus menjaga tata kelola dari setiap penugasan dari pemerintah.
Jokowi pun meminta kedua perusahaan pelat merah itu tidak bersembunyi di balik penugasan.
"Jangan, sekali lagi jangan numpangi, jangan bersembunyi atas nama penugasan sehingga tata kelolanya tidak efisien, procurement-nya tidak benar, ini yang harus dihindari dengan namanya penugasan itu," jelas Jokowi.
"Kelemahan BUMN itu kalau sudah ada penugasan itu, ini menjadi tidak profesional ada di situ. Titik lemahnya ada di situ sehingga profesionalismenya menjadi hilang," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.