Bisa saja sebagian pihak menuding pandemi corona sebagai sumber permasalahan. Namun patut diragukan apakah tudingan tersebut akurat.
Hal ini karena penghentian operasi justru terjadi saat pemerintah melonggarkan aktivitas masyarakat karena pandemi dianggap telah terkendali.
Dengan kata lain, permasalahan lebih pada keraguan apakah pembangunan bandara telah didasari kajian yang matang. Akibatnya, uang rakyat dibelanjakan untuk membangun sesuatu yang tidak diperlukan masyarakat.
Baca juga: Nasib Kereta Cepat: Molor, Biaya Bengkak, Ratusan Ton Besinya Dicuri
Selain itu, diduga terdapat pelanggaran aspek hukum perencanaan pada pembangunan Bandara JB Sudirman. Bandara ini tiba tiba disebut pada lampiran III Perpres 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024 dengan nomenklatur “Pengembangan” Bandara.
Dikatakan “tiba tiba”, karena bandara ini mulai dibangun sejak tahun 2019, padahal pembangunan ini tidak masuk list Perpres 2/2015 tentang RPJMN 2015-2019.
Patut dikhawatirkan bahwa ini adalah indikasi bahwa keputusan pembangunan bandara dilakukan dengan instan; bukan produk dari perencanaan jangka menengah.
Berkaca dari hal di atas, Pemerintah Indonesia perlu lebih waspada dalam merencanakan dan mengerjakan proyek infrastruktur bernilai jumbo, seperti proyek pemindahan ibu kota (IKN) ke Kalimantan Timur yang bernilai Rp 466 Triliun.
Pemerintah berulang kali menenangkan masyarakat agar jangan khawatir karena proyek IKN tidak akan membebani APBN; mayoritas skema pendanaan akan dilakukan dengan skema Kerjasama pemerintah Badan Usaha (KPBU), swasta, dan penugasan BUMN.
Namun bagaimana jika pemerintah kembali miskalkulasi? Proyek IKN bernasib sama dengan proyek kereta cepat?
Publik juga perlu waspada dengan narasi informasi Pemerintah. Membangun dengan KPBU bukan berarti APBN tidak akan terdampak.
Pemerintah tetap akan perlu melakukan pembayaran secara periodik dan dalam jangka panjang kepada mitra atau investor sebagai kontra prestasi atas tersedianya infrastruktur.
Publik juga perlu gusar karena proyek IKN juga tampak disusun buru-buru. Proyek ini tidak disebut dalam Perpres 02/2015 tentang RPJMN 2015-2019. Bahkan buku 3 RPJMN tersebut justru menjelaskan bahwa agenda pembangunan adalah mendesain Kalimantan sebagai pusat paru-paru dunia dan sentra lumbung pangan.
Benar bahwa Perpres No 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024 akhirnya menegaskan tentang rencana perpindahan ibu kota ke Kalimantan. Namun Presiden sudah menetapkan perpindahan tersebut pada 26 Agustus 2019, jauh waktu sebelum Perpres 18/202 lahir.
Maka sudah waktunya pemerintah bijaksana. Aneka insiden negatif di atas perlu menjadi pertimbangan untuk pemerintah membatalkan proyek IKN. Jangan sampai Indonesia surplus infrastruktur yang dibangun tanpa perencanaan cermat dan hati-hati. *) Richo Andi Wibowo adalah dosen HAN FH UGM dengan minat riset kontrak pemerintah dan pencegahan patologi birokrasi.
Baca juga: Jalur Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung Rawan Pergerakan Tanah