Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
R Graal Taliawo
Pegiat Politik Gagasan

Doktor Ilmu Politik dari Universitas Indonesia

 

Gula-Gula Pinjaman Online Ilegal

Kompas.com - 19/11/2021, 20:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: R. Graal Taliawo*

MANIS di depan, pahit di belakang. Gula-gula yang ditawarkan pinjaman daring (dalam jaringan atau online, biasa pula disebut pinjol) ilegal berbalik menjadi racun di akhir.

Hal yang pasti, mereka yang menjadi korban tentu masyarakat, khususnya mereka dengan perekonomian menengah ke bawah. Jika sudah begini, pemerintah dinantikan turun tangan guna mengatasi permasalahan supaya tidak melebar dan meluas.

Baca juga: Sepanjang Oktober 2021, Sebanyak 116 Entitas Pinjol Ilegal Ditutup

Banyak kasus masyarakat mengalami gagal bayar karena bunga yang mencekik dan tak masuk akal. Dalam proses penagihan pun, mereka menerima teror, intimidasi, dan berbagai ancaman penuh caci-maki (termasuk pornografi) yang berdatangan melalui panggilan telepon, pesan singkat, dan pesan WhatsApp.

Bahkan, ada pula keluarga yang hingga memutuskan untuk menutup rapat rumahnya dan mengurung diri karena tak kuasa menghadapi teror-teror itu (IDNTimes, 30/10/2021).

Baca juga: 52 Koperasi Simpan-Pinjam Diduga Terlibat Praktik Pinjol Ilegal

Jauh sebelum daring, sebenarnya sudah banyak pinjaman uang yang bersifat luring (luar jaringan/offline). Pinjam-meminjam uang dasarnya adalah hal biasa (baik daring maupun luring), yang menjadi soal adalah ilegal atau tidaknya perusahaan penyedia jasa layanan tersebut.

Mengapa Pinjol Ilegal Berkembang?

Kemunculannya, yang belum diketahui jumlah pastinya ini, tidak “abracadabra”. Pinjaman daring ilegal menjawab keeksklusivitasan sektor keuangan yang selama ini hanya bisa diakses segilintir masyarakat.

Mereka hadir di tengah masyarakat yang mengalami keterdesakan ekonomi, bahkan untuk sekadar bertahan hidup. Masa pandemi yang “melibas” banyak kesempatan ekonomi turut meningkatkan faktor “permintaan”.

Tanpa persyaratan berbelit, cukup Kartu Tanda Penduduk (KTP), tanpa jaminan, tanpa bunga adalah kemudahan-kemudahan yang ditawarkan pinjaman daring ilegal untuk menjerat korbannya.

“Syarat dan ketentuan berlaku” adalah tipu daya berikutnya. Faktanya bunga yang diberlakukan pinjaman daring ilegal beragam, ada yang mencapai dua (2 persen) sampai bahkan lebih dari tiga (3 persen) per hari.

Selain itu, banyak pula korban yang tidak menyadari bahwa saat mengunduh aplikasi pinjaman daring dan menyetujui transaksi utang, ada klausul pihak aplikator bisa mengakses semua data di telepon selulernya.

Baca juga: Satgas Waspada Investasi: Jumlah Aduan soal Pinjol Ilegal Terus Bertambah

Regulasi yang terbuka mendorong pinjaman daring ilegal berani beroperasi. Lain halnya dengan perbankan, tindak-tanduk pinjaman daring ini belum diatur dalam Undang-Undang (UU), termasuk belum rampungnya UU Perlindungan Data Pribadi.

Pada kasus SA, ia terjerat pinjaman daring setelah mendapat transfer uang dari salah satu pinjaman daring tanpa pernah mengajukan pinjaman (Kompas, 22/10/2021).

Ini bukti bahwa belum adanya regulasi membuat pinjaman daring ilegal begitu gegabah dan semena-mena menjerat korban.

Sayang, tingkat literasi masyarakat akan pinjaman daring ini juga belum mumpuni. Tidak sedikit dari mereka yang terjerat karena kekurangan informasi sehingga tidak detil memastikan dan mengecek setiap ketentuan yang berlaku dalam pinjaman daring ilegal ini.

Pinjaman tanpa bunga patut dicurigai, bahkan pinjaman daring legal pun telah mengatur bunga sekitar 0,4 persen per hari. Apalagi, jika bunga pinjaman daring jauh di atas angka itu, besar kemungkinan bersifat ilegal.

Klausul akses semua data di telepon seluler peminjam pun sangatlah janggal, karena berkaitan dengan data pribadi yang seharusnya dilindungi dan tidak sembarangan orang bisa mengakses.

Masyarakat Menjadi Korban

Dampak itu semua, sudah pasti masyarakat menjadi korban. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), periode 2019–2020 terdapat 19.711 aduan terkait pinjaman daring (9.270 kasus menjadi korban pelanggaran berat dan 10.441 merupakan aduan korban dengan pelanggaran ringan atau sedang).

Cara penagihan yang represif, termasuk dalam bentuk pornografi menimbulkan tekanan mental hingga korban jiwa. Mereka yang sudah terjerat, mau tidak mau terpaksa gali lubang tutup lubang untuk menutup bunga yang lebih besar daripada utang pokoknya.

Pemerintah ikut geram atas pinjaman daring ilegal ini, yang secara objektif dan subjektif tidak memenuhi unsur keperdataan. Dalam Kompas.com, 21/10/2021, Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan mengimbau masyarakat tak perlu membayar utang kepada perusahaan pinjaman daring ilegal.

Baca juga: Mahfud MD: Nasabah Pinjol Ilegal Tidak Usah Bayar Cicilan Lagi meski Ditagih

Selain itu, untuk melindungi masyarakat, pemerintah akan menjerat operator pinjaman daring ilegal yang menggunakan konten pornografi untuk mengancam korban dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Keseriusan lainnya ditunjukkan dengan penggerebekan sejumlah kantor pinjaman daring ilegal.

Menanti Langkah Konkret

Tindakan responsif pemerintah layak diapresiasi. Tapi, apakah itu cukup untuk melindungi masyarakat ke depannya dan melibas praktik pinjaman daring ilegal? Tentu tidak.

Masyarakat membutuhkan regulasi yang tegas (termasuk preventif) sebagai acuan juga pengawasan dan perlindungan. Maka dari itu, adalah mendesak merumuskan regulasi yang membahas pinjaman daring.

Selaras dengan ini adalah regulasi mengenai perlindungan data pribadi yang perlu dirampungkan. Setidaknya, regulasi ini menekan merajalelanya praktik pinjaman daring ilegal.

Selain itu, perlu ada koordinasi dan kerja sama antara OJK, Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Informasi dan Informatika (Kominfo) untuk mengawasi praktik ilegal dalam dunia keuangan dan transaksi elektronik, yang juga memanfaatkan digital.

Kominfo bisa melakukan patroli siber pada web atau aplikasi yang ilegal, segera lakukan pemblokiran jika memenuhi unsur-unsurnya. Kerja sama ketiganya dibutuhkan juga dalam bentuk sosialisasi guna meningkatkan literasi dan kewaspadaan masyarakat akan pinjaman daring ilegal.

Baca juga: Soal Pinjol Ilegal, Mahfud MD: Pemerintah Ingin Hadir Menyelamatkan Rakyat dari Pemerasan

Masyarakat perlu berhati-hati dan terlebih dulu menggali banyak informasi sebelum menyetujui beragam penawaran yang diberikan aplikasi-aplikasi keuangan daring.

Solusi urgen lainnya adalah turun tangan aparat untuk menindak laporan para korban. Proses setiap aduan dengan cermat dan sesuai prosedur, jangan sampai #percumalaporpolisi turut menghiasi aduan kasus pinjaman daring ilegal.

Pinjaman daring dan digitalisasi punya manfaat yang baik. Tapi itu berlaku hanya untuk negara yang punya kesiapan untuk mengantisipasi segala dampaknya, termasuk munculnya penyedia jasa pinjaman ilegal dengan segala konsekuensinya.

Negara perlu hadir untuk menjamin dan melindungi warga negara dari keberadaan "predator atau lintah darat" ini, agar pinjaman daring yang manis di depan tidak berubah pahit di belakang. (*R. Graal Taliawo, Alumni S2 Sosiologi & Mahasiswa S3 Ilmu Politik, Fisip UI, Depok)

Baca juga: Cek Legalitas Pinjol dan Fintech di Situs Cekfintech.id

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com