JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang dugaan korupsi pengadaan quay container crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II mendekati babak akhir.
Setelah pembacaan tuntutan pekan lalu, kemarin, Kamis (18/9/2021) sidang berlanjut dengan pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dari terdakwa mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino.
Ia dinilai jaksa terbukti melakukan korupsi pengadaan dan perawatan QCC dan merugikan negara 28,82 miliar.
Jaksa kemudian menuntutnya dengan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Baca juga: Minta Dibebaskan Hakim, RJ Lino: Saya Orang yang Punya Kontribusi Besar di Pelindo II
Perjalanan perkara RJ Lino cukup unik, pasalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan proses penyidikkan cukup lama.
Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 8 Desember 2015 dan baru ditahan ditahan 26 Maret 2021 lalu.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, tantangan pengungkapan perkara ini adalah perhitungan kerugian negara.
Alex menjelaskan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta agar ada dokumen atau harga pembanding terhadap crane yang dibeli oleh PT Pelindo II tahun 2010.
Dalam pembacaan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, RJ Lino menyampaikan beberapa hal, seperti dinamikanya menyandang status tersangka selama 6 tahun, permintaan Presiden Joko Widodo padanya untuk mundur dari jabatan Dirut Pelindo II dan alasannya menolak tuntutan dan minta dibebaskan.
Pertanyaan cucu
Membacakan nota pembelaan, RJ Lino mengaku keluarganya merasakan dampak dari statusnya sebagai tersangka.
Namun ia tak ambil pusing, karena orang-orang terdekatnya percaya ia tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Baca juga: RJ Lino Merasa Kebijakannya dalam Pengadaan QCC di Pelindo II Bukan Kesalahan
Kondisi itu berubah ketika, di tahun 2019, sepulang sekolah, cucunya bertanya tentang status hukum RJ Lino.
“Cucu saya sewaktu kembali dari sekolah menayakan pada saya, ‘ Opa apa itu koruptor? Apa betul Opa akan ditangkap dan dimasukkan jail karena Opa koruptor?’,” tutur dia.
Sejak peristiwa itu, RJ Lino mulai mempertanyakan kelanjutan proses penyidikan KPK atas perkaranya.
“Saya katakan kalau KPK punya bukti yang cukup segera tahan saya, supaya status saya jelas dan agar tidak mati secara perdata,” sebutnya.
Diminta Jokowi mundur
Empat hari pasca penetapan tersangka, lanjut RJ Lino, Menteri BUMN periode 2014-2019 Rini Sumarno memanggilnya.
Dalam pertemuan itu, Rini menyampaikan pesan bahwa Jokowi minta RJ Lino segera mengundurkan diri.
RJ Lino memilih dipecat ketimbang mengundurkan diri, cara itu dianggapnya lebih terhormat.
Baca juga: RJ Lino Mengaku Pernah Dipanggil Rini Soemarno, Diminta Jokowi Mundur
Alasannya, ia merasa tidak bersalah dalam proses pengadaan QCC di PT Pelindo II tahun 2010.
“Untuk case ini saya tidak salah, saya perform sangat sangat baik sebagai Dirut Pelindo II, beberapa kali terpilih sebagai the best CEO, sehingga untuk saya, saya merasa terhormat kalau dipecat,” jelas dia.
Di depannya, Rini langsung menelfon Jokowi dan menyampaikan pesan RJ Lino.
Dalam keterangan RJ Lino, Jokowi lantas memerintahkan Rini agar direksi PT Pelindo II segera mengeluarkan surat rekomendasi pembebasan tugas untuk mencopotnya dari jabatan direktur utama.
Minta dibebaskan
RJ Lino mengungkapkan di depan majelis hakim, jika ada kesempatan mengulang waktu ia tetap akan mengambil keputusan untuk melakukan pengadaan QCC untuk PT Pelindo II.
Ia menuturkan, pilihan itu tepat dan mesti diambil karena kondisi perusahaan sedang krisis.
RJ Lino juga menolak semua tuntutan jaksa dan minta dibebaskan.
Baca juga: Bacakan Pleidoi, RJ Lino Mengaku Ditanya Cucu Apa Benar Opa Akan Ditangkap karena Koruptor?
Dalam pandangannya, permintaan itu tak berlebihan karena telah berjasa untuk PT Pelindo II.
“Hari ini, berdiri di depan majelis hakim yang mulia, saya RJ Lino, orang yang memiliki kontribusi besar di PT Pelindo II yang di tahun 2009, hanya 6,5 triliun (aset) company, tumbuh dengan impresif menjadi Rp 42 triliun pada tahun 2015,” klaim RJ Lino.
Alasan lain ia minta dibebaskan karena merasa tidak ada kerugian negara atas perkara itu.
“Fakta persidangan menunjukan tidak ada kick back, tidak ada bribery, tidak ada kerugian negara. Hal-hal dalam kasus ini hanya (terkait) empat nota dinas. Pada semua pekerjaan ini saya memberikan disposisi yang jelas dan tegas sehingga tidak ada interpretasi yang berbeda,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.