Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istri Dituntut karena Marahi Suami Mabuk, Komnas Perempuan Sayangkan UU PKDRT Jadi Alat Kriminalisasi

Kompas.com - 18/11/2021, 11:05 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan menilai, penggunaan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga UU PKDRT) untuk kriminalisasi perempuan korban KDRT adalah sebuah kesalahan.

Pernyataan ini disampaikan Komnas Perempuan menanggapi tuntutan 1 tahun penjara terhadap istri yang marah kepada suaminya yang sedang mabuk.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, UU PKDRT sering digunakan para suami untuk melaporkan atau memperkarakan secara hukum istrinya yang awalnya merupakan korban KDRT.

"Komnas Perempuan berpendapat, penggunaan UU PKDRT untuk mengkriminaliasi perempuan korban KDRT merupakan kesalahan penerapan hukum. Meski tidak hanya melindungi perempuan, UU PKDRT mengenali kerentanan khas perempuan," kata Siti, dikutip dari siaran pers, Kamis (18/11/2021).

Baca juga: Komnas Perempuan Harap Bentuk Kekerasan Seksual di Permendikbud Juga Diatur RUU TPKS

Seringkali, ujar dia, pelaporan terhadap perempuan korban KDRT dilakukan dengan menggunakan instrumen hukum lainnya.

Aturan yang kerap dipakai mulai dari UU Perlindungan Anak, UU ITE, UU Pornografi, dan KUHP dengan tuduhan penelantaran keluarga, pemalsuan dokumen, pencemaran nama baik, pencurian dalam keluarga atau memasuki perkarangan rumah orang lain.

Menurut Siti, kriminalisasi terhadap perempuan korban KDRT dilakukan karena adanya upaya perempuan menggugat cerai untuk memutus mata rantai KDRT, mendapatkan haknya sebagai istri atau mantan istri, atau mendapatkan hak atas anaknya.

Baca juga: Harapan Komnas Perempuan jika Jenderal Andika Perkasa Terpilih Menjadi Panglima TNI...

Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021, kata dia, 36 persen dari 120 lembaga layanan menyampaikan terjadinya kriminalisasi terhadap perempuan korban KDRT.

"Dalam banyak kasus, laporan yang mengkriminalkan perempuan korban KDRT justru lebih cepat diproses daripada laporan KDRT dari pihak perempuan, dan kedua laporan tersebut kerap diperlakukan sebagai kasus yang terpisah," ujar dia.

Siti mengatakan, kriminalisasi tersebut kemungkinan dikarenakan pemahaman aparat penegak hukum yang belum utuh mengenai persoalan ketimpangan relasi berbasis gender dalam perkawinan antara suami dan istri.

Pasalnya, dia menilai UU PKDRT bersifat neutral gender karena cakupan pengaturannya adalah untuk melindungi semua, tidak terbatas pada perempuan.

"Dengan pemahaman terbatas mengenai relasi gender yang tidak seimbang, maka cakupan pengaturan UU PKDRT yang tidak hanya ditujukan bagi perempuan kemudian menjadi celah hukum untuk justru menyalahkan perempuan yang berupaya keluar dari jeratan KDRT yang dihadapnya," kata dia.

Baca juga: Komnas HAM: Permendikbud PPKS Sejalan dengan HAM dan Berperspektif Keadilan Gender


Halaman:


Terkini Lainnya

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com