Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Kejaksaan, Usul Mengubah Syarat dan Mekanisme Pemilihan Jaksa Agung Mengemuka

Kompas.com - 18/11/2021, 07:08 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan untuk mengubah syarat dan mekanisme pemilihan jaksa agung melalui revisi Undang-undang Kejaksaan (RUU Kejaksaan) mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum (RPDU) Komisi III DPR, Rabu (17/11/2021).

RDPU tersebut digelar Komisi III DPR untuk mendapat masukan terkait RUU Kejaksaan dari sejumlah lembaga antara lain Komisi Kejaksaan, Masyarakat Antikorupsi Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), serta Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengusulkan agar RUU Kejaksaan mengatur bahwa seorang jaksa agung haruslah sosok yang memiliki latar belakang sebagai jaksa.

Menurut Barita, perlu ada penambahan syarat menjadi jaksa agung, yakni "lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa".

Baca juga: Tampung Usulan Jaksa Agung Harus Berlatar Belakang Jaksa, Ini Tanggapan Panja RUU Kejaksaan

"Yang pertama sekali, poin masukan kami adalah berkaitan dengan Jaksa Agung, kami sependapat bahwa Jaksa Agung itu memang harus berasal dari jaksa," kata Barita.

Barita beralasan, jaksa agung adalah pengacara negara, penyidik, dan penuntut umum tertinggi negara, sehingga seorang jaksa agung haruslah pernah atau sedang menjabat sebagai jaksa.

Selain itu, jaksa agung dari kalangan internal Kejaksaan dinilai memiliki pemahaman yang baik terhadap kultur, karakteristik, organisasi, dan tata kerja serta peraturan-peraturan internal di Kejaksaan.

Barita menuturkan, Pasal 53 Ayat (1) Statuta Roma juga menyatakan bahwa penyidik perkara pelanggaran HAM berat adalah jaksa.

"Sehingga apabila kewenangan tersebut dilakukan bukan oleh bukan seorang jaksa maka pengadilan dapat berpotensi menolak kasus tersebut," ujar Barita.

Baca juga: RUU Kejaksaan, PSHK Usul Jaksa Agung Dipilih Lewat Tim Independen

Ia menambahkan, jaksa agung juga akan mewakili kepentingan Indonesia dalam asosiasi jaksa internasional sehingga seorang jaksa agung hendaknya merupakan seorang jaksa.

Dipilih Lewat Tim Independen

Sementara itu, Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nursyamsi mengusulkan adanya perubahan mekanisme pemilihan jaksa agung melalui RUU Kejaksaan, ia menilai jaksa agung idealnya tidak dipilih berdasarkan penunjukkan langsung oleh presiden.

PSHK mengusulkan agar seleksi calon jaksa agung dilakukan oleh tim independen yang diisi oleh para ahli dan profesional hukum untuk kemudian dipilih oleh presiden.

"Dalam hal ini memang tim seleksi atau tim independen ini dikhususkan untuk melihat calon terbaik potensinya dan disesuaikan dengan kebutuhan kelembagaan dari kejaksaan itu sendiri," kata Fajri

"Di sini kami mengusulkan tim ini menghasilkan tiga calon dan kemudian diajukan kepada presiden untuk dipilih," imbuh dia.

Baca juga: Komisi Kejaksaan Usul Jaksa Dikecualikan dari ASN dalam RUU Kejaksaan

Fajri menuturkan, dengan proses pemilihan yang melibatkan tim independen, isu mengenai latar belakang jaksa agung apakah berasal dari Korps Adhyaksa atau tidak bukan menjadi persoalan.

Sebab, siapa pun memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi Jaksa Agung selama memiliki kualitas.

"Tentu dengan persyaratan yang ada peluang dari teman-teman jaksa karir itu lebih besar kelihatannya. Tapi di sisi lain justru akan menjadi pendorong bagi semua pihak, bukan hanya jaksa yang sudah ada di dalam saat ini untuk kemudian bisa meningkatkan kualitas," kata Fajri.

Tanggapan Panja

Ketua Panitia Kerja RUU Kejaksaan Adies Kadir mengatakan, usulan-usulan yang disampaikan akan ditampung untuk dicarikan jalan keluar terbaik.

Menurut Adies, yang terpenting seorang jaksa agung mesti orang yang profesional dan berintegritas, terlepas dari latar belakangnya.

"Saya pikir ya, jaksa ini memang harus seorang yang profesional, jadi bukan hanya harus dari unsur jaksa karier atau seperti apa, paling tidak yang berintegritas dan lain-lain. Tapi ini kan masih berkembang, kita akan melihat nanti yang paling baik yang mana," kata Adies.

Baca juga: Komisi III DPR Usulkan 14 Poin Penyempurnaan RUU Kejaksaan, Apa Saja?

Politikus Partai Golkar itu berpandangan, ketentuan yang menyebut seorang jaksa agung harus berlatar belakang jaksa akan menimbulkan persoalan baru.

Sebab, seorang jaksa agung nantinya hanya akan menjabat sampai memasuki usia pensiunnya, seperti yang berlaku di Polri.

Padahal, kata wakil ketua Komisi III DPR itu, jaksa agung umumnya berusia di atas usia pensiun jaksa.

"Apakah masa umurnya mau diperpanjang, terus bagaimana dengan yang lainnya yang di bawah-bawahnya? Ini kan juga masalah, inilah yang harus betul-betul kita dalami dan kita carikan jalan keluar," kata Adies.

Baca juga: Politikus Nasdem Pertanyakan Kewenangan Penyadapan dalam RUU Kejaksaan

Sementara itu, ia merespons positif usul PSHK bahwa jaksa agung tidak dipilih langsung oleh presiden.

Adies menuturkan, mekanisme serupa juga sudah berlaku dalam pemilihan kapolri, panglima TNI, maupun komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kalau ini juga mau dibentuk timsel pemilihan jaksa agung dan lain-lain kemudian di-fit and proper di Komisi III seperti kepolisian, panglima TNI, komisioner KPK dan lainnya ya monggo-monggo saja, nanti kita lihat," kata Adies.

Adies mengatakan, Panja RUU Kejaksaan akan terus meminta dan menampung masukan terkait pembahasan RUU tersebut agar dapat memperbaiki institusi kejaksaan di masa mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com