Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Sebut Korupsi adalah Tindak Pidana yang Paling Berisiko untuk Pencucian Uang

Kompas.com - 17/11/2021, 16:13 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, korupsi adalah tindak pidana yang paling berisiko membuka celah pencucian uang berdasarkan dokumen peta penilaian risiko terjadinya tindak pidana.

“Berdasarkan dokumen peta penilaian risiko yang Indonesia punya, faktanya, memang tindak pidana korupsi itu adalah tindak pidana yang paling berisiko untuk pencucian uang,” ujar Ivan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Rabu (17/11/2021).

Namun demikian, menurut dia, berdasarkan peta risiko tersebut, tindak pidana paling banyak adalah tindak pidana pencucian uang dan narkoba.

Baca juga: Cegah TPPU dan Pendanaan Terorisme, PPATK Luncurkan Financial Integrity Rating 2021

Oleh sebab itu, menurut Ivan, penting bagi PPATK memperkuat sinergi dan kolaborasi dengan lembaga penegak hukum seperti KPK.

Ia mengatakan, PPATK bisa menerbitkan hasil analisis pemeriksaan secara proaktif yang akan membantu KPK mendapatkan data lebih lanjut terkait upaya penyelidikan ataupun penyidikan yang sedang dilakukan.

“Jadi intinya PPATK akan selalu senantiasa mendampingi KPK, khususnya terkait dengan upaya follow the money tindak pidana korupsi yang ditangani oleh teman-teman di KPK,” ucap Ivan.

“Kita harapkan teman-teman KPK ke depannya akan lebih banyak melakukan upaya terkait dengan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang,” ucap dia.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, kunjungan PPATK ke lembaga antirasuah itu dilakukan guna memperkuat sinergi dan kolaborasi antara dua lembaga tersebut.

“Kami memandang sinergi dan kolaborasi antara KPK dan PPATK sangat penting dan strategis sehingga perlu terus diperkuat,” ujar Alex.

Baca juga: Audiensi di Gedung Merah Putih, KPK-PPATK Perkuat Sinergi Pemberantasan Korupsi

Ia menjelaskan, sinergi antara KPK dan PPTAK mutlak diperlukan karena kewenangan KPK yang terbatas sebagaimana ketentuan pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.

“Upaya-upaya penguatan sinergi ke depan dalam upaya pemberantasan korupsi akan ditindaklanjuti pada jajaran teknis di antaranya dengan membangun joint investigation, gelar perkara bersama, dan lainnya,” ucap dia.

Dalam pertemuan tersebut, KPK dan PPATK juga menyepakati sejumlah hal.

Pertama, terkait penanganan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tindak pidana korupsi yang merupakan kejahatan pada peringkat pertama yang diikuti kejahatan terkait narkoba dan pajak.

Kedua, KPK dan PPATK sepakat dan memiliki komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi dengan memanfaatkan informasi Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK.

“KPK dan PPATK akan terus membangun kerja sama yang lebih efektif,” ucap Alex

Selanjutnya, lanjut dia, KPK juga mendukung program PPATK dalam program National Risk Assesment (NRA).

Baca juga: BNPT-PPATK Telusuri Aliran Dana LAZ yang Dikelola Kelompok JI di Lampung

Terakhir, Deputi informasi dan data serta Deputi penindakan KPK akan menindaklanjuti LHA PPATK khususnya yang diamanatkan dalam pasal 11 UU No. 19 tahun 2019

“Kami berharap komitmen bersama ini akan memperkuat upaya kita bersama dalam pemberantasan korupsi ke depan,” tutur Alex.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com