Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budiman Sudjatmiko Cerita soal Kakeknya yang Kades Minta Rakyat Pilih Golkar Saat Orba

Kompas.com - 16/11/2021, 12:05 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko mengungkit bagaimana salah satu peserta pemilu pada era Orde Baru (Orba), yaitu Golongan Karya atau Golkar membuat dirinya mengenal ketidakadilan.

Budiman menceritakan soal kakeknya yang merupakan kepala desa memiliki afiliasi politik dengan Golkar, yang saat itu belum menjadi partai politik.

"Saya tahu, ada tiga partai (dua partai ditambah Golkar) yang bisa ikut pemilu, tapi kok Mbah saya cuma suruh rakyatnya milih Pohon Beringin (lambang dari Partai Golkar)," kata Budiman dalam acara "Beginu" di YouTube Kompas.com, yang diunggah Senin (15/11/2021).

Baca juga: Cerita Budiman Sudjatmiko 6 Kali Ditangkap, Sejak SMA Dituduh Teroris hingga Kasus 27 Juli

Pada waktu itu, Budiman baru berumur 7 tahun, tepatnya pada 1977. Budiman kecil mengaku protes kepada kakeknya karena menyuruh rakyat desa hanya memilih Golkar.

Padahal, Budiman tahu saat itu tak hanya Golkar yang ikut dalam Pemilu. Pada era Orba, pemilu diikuti dua partai politik, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), serta Golkar.

"Terus bagaimana yang Kabah (PPP), terus bagaimana yang Banteng (PDI). Ya, pokoknya Si Mbah saya mengatakan yang harus menang Pohon Beringin, karena ini partai pemerintah," cerita Budiman.

Mendengar perkataan kakeknya, dia justru semakin heran. Sebab, pemilu diartikan Budiman kecil sebagai momentum rakyat menginginkan pergantian pemerintah.

"Tapi kok malah disuruh memilih yang punya pemerintah?"

Baca juga: Budiman Sudjatmiko Berharap Pembangunan Lebih Memperhatikan Masyarakat Adat

Lebih jauh, Budiman kecil terus berdialog dengan kakek, hingga pamannya. Sementara itu, ayah dan ibu Budiman merupakan simpatisan PDI.

Adanya imbauan untuk rakyat memilih satu partai politik penguasa itu pun membuat Budiman merasa ada yang tidak wajar.

Budiman Sudjatmiko, di sela-sela wawancara dalam program Beginu di Jakarta, Jumat (5/11/2021).KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Budiman Sudjatmiko, di sela-sela wawancara dalam program Beginu di Jakarta, Jumat (5/11/2021).
Setelah mengenal adanya ketidakadilan dalam politik itu, Budiman mulai menggemari pemberitaan di media cetak hingga televisi.

Saat itu, dirinya mengetahui beberapa tokoh yang berkuasa di luar negeri justru berhasil diturunkan karena dinilai diktator oleh rakyatnya.

Dari situ, ia melihat bahwa rakyat memiliki kuasa untuk meruntuhkan rezim yang tidak adil. Rakyat, kata dia, juga dipimpin oleh satu tokoh yang dianggap pahlawan untuk mereka.

"Saya lalu melihat superhero yang orang-orang nyata, kemudian melakukan sesuatu perbuatan nyata di luar negeri, kalau di bangsa saya Bung Karno," ujarnya.

Baca juga: Cerita Budiman Sudjatmiko Dituding Jadi Dalang Kerusuhan 27 Juli 1996

Budiman kecil pun kemudian tertarik untuk memulai gerakan perubahan untuk rakyat. Hal itu dimulainya sejak kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Ia mengatakan, gerakan itu didasari pada kecintaannya pada sesama manusia.

Namun, kenyataan tak semulus harapan. Buktinya, untuk mencintai rakyat dengan cara meruntuhkan rezim Orde Baru, Budiman harus mendekam di penjara selama beberapa tahun setelah divonis 13 tahun pada 1997.

Aktivis dan pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD) itu ditangkap setelah dituduh menjadi dalang kerusuhan pada 27 Juli 1996 yang bermula dari penyerbuan kantor PDI.

Budiman hanya menjalani hukuman selama lebih kurang 3,5 tahun setelah diberi amnesti oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada Desember 1999.

Setelah itu, Budiman dikenal sebagai anggota DPR dari Fraksi PDI-P selama dua periode, sejak 2009-2014 dan 2014-2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com