JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dinilai sebagai terobosan penting.
Peraturan tersebut dianggap dapat menjadi pedoman bagi perguruan tinggi untuk menyusun kebijakan serta mengambil tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Terkait hal itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati berharap, lembaga pemerintah, penegak hukum, pendidikan, serta lembaga negeri maupun swasta lainnya mengembangkan kode etik pencegahan dan penanganan kasus kekerasan.
"Kami juga berharap lembaga lainnya, baik swasta maupun negeri, untuk mulai mengembangkan kode etik di lembaga masing masing,” ujar Bintang, dalam Seminar Nasional Pekan Progresif 2021, dikutip dari siaran pers, Senin (15/11/2021).
Baca juga: Puluhan Akademisi Dukung Permendikbud soal Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus
Bintang mengatakan kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak besar bagi perempuan dan anak.
Bahkan, hal tersebut juga bisa mengakibatkan kematian, masalah kesehatan mental, hingga hilangnya produktivitas yang berpengaruh terhadap ekonomi.
“Selain merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius, pada level negara, beban ekonomi yang ditanggung dalam pencegahan hingga penanganan kekerasan juga sangat besar," kata Bintang.
Menurut dia, apabila seluruh pihak dapat menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama.
Sementara itu, Manajer Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia Lidwina Inge Nurtjahyo, menyetujui pentingnya pembentukan peraturan di masing-masing lembaga terkait kekerasan seksual.
Lidwina mengatakan, peraturan dalam undang-undang bersifat umum, maka harus diterjemahkan ke aturan yang sifatnya lebih teknis agar mudah dilaksanakan.
"Selain itu, perlu iktikad dari orang-orang yang ada di lembaga untuk mengusulkan pembentukan peraturan, kalau universitas, peraturan di tingkat universitas, fakultas, dan prodi karena kalau tidak seperti itu, maka tidak akan dilaksanakan,” ujar Lidwina.
Baca juga: Urgensi Mekanisme Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengatakan, kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih terjadi tidak dapat diabaikan.
“Jika kita mengikuti konstitusi, maka angka kekerasan kepada perempuan dan anak harus kita tekan sampai mencapai angka nol," kata Puan.
Puan menekankan perlunya keberpihakan kepada perempuan dan anak untuk mencegah tindakan kekerasan.
Menurut dia, DPR terus memperhatikan berbagai kasus yang muncul dan mendorong pemerintah serta aparat penegak hukum untuk melindungi korban.