Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Permen PPKS, Komnas HAM Sebut "Consent" Penting untuk Membuktikan

Kompas.com - 13/11/2021, 15:23 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, consent atau persetujuan (konsensual) dari kedua belah pihak sangat penting untuk pembuktian dalam kasus pelecehan atau kekerasan seksual.

Hal tersebut menyusul kontroversi soal terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi atau yang dikenal sebagai Permen PPKS.

"Consent itu menjadi penting untuk membuktikan apakah ada unsur eksploitasi dari satu pihak kepada pihak yang lain ketika terjadi interaksi seksual," kata Taufan di acara Polemik Trijaya dengan tema Pro Kontra Permen PPKS secara daring, Sabtu (13/11/2021).

Baca juga: Komnas HAM Nilai Permendikbud 30/2021 Bentuk Kehadiran Negara Lindungi dan Tolong Korban Kekerasan Seksual

Oleh karena itu, Taufan menilai bahwa persoalan Permendikbud Ristek tersebut perlu didudukkan dengan sebaik-baiknya.

Taufan mengatakan, definisi kekerasan seksual dalam hukum internasional HAM akan selalu terkait dengan consent seksual.

"Consent seksual ini bukan hanya seseorang menyatakan persetujuannya terhadap interaksi seksual itu tapi juga dengan umur," kata Taufan.

Dia mencontohkan dalam konvensi anak. Bagi orang yang berusia di bawah 18 tahun, meskipun dia menyatakan persetujuannya untuk melakukan interaksi seksual maka yang bersangkutan dianggap tidak memenuhi karena dianggap belum dewasa.

Baca juga: Terbitnya Permendikbud Ristek PPKS di Tengah Situasi Gawat Darurat Kekerasan Seksual

Oleh karena itu, menurut Taufan, bagi korban yang berusia di bawah 18 tahun seharusnya dianggap sebagai tanpa persetujuan karena tidak memiliki consent.

"Namun kalau di atas 18 tahun persetujuan artinya sikap proaktif dari para pihak. Apakah dia memang melakukan interaksi sama dengan lawannya? Kalau dia mau sama mau, tidak bisa dianggap kekerasan tapi perzinahan yang seharusnya diatur pada ketentuan lain," ujar dia.

Adapun dalam Permen PPKS terdapat frasa 'tanpa persetujuan' yang menjadi salah satu topik kontroversial dalam regulasi tersebut.

Namun, menurut Taufan, apabila interaksi seksual itu dilakukan atas suka sama suka maka tidak melanggar Permen tersebut dalam arti kekerasan.

"Tapi itu tidak bisa dianggap sebagai suatu yang normal karena itu perzinahan. Dalam dimensi itu, pendidikan juga harus membangun basis moral bagi warga didiknya. Tidak hanya mahasiswa tapi dosen," kata dia.

Oleh karena itu, menurut dia harus ada peraturan lain yang menaunginya karena hal tersebut menjadi masalah lain.

Sebelumnya, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 telah diterbitkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021.

Dalam beleid tersebut, Nadiem meminta perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com