Sekali lagi, di sinilah kekuatan humor yang sebenarnya. Yang dikritik menjadi terpingkal sedangkan publik yang melihat merasa terwakili dengan segala uneg-unegnya.
Humor menjadi oase pelepasan kritik yang selama ini dirasakan publik. Dan di dekade ini tercatat, humor dan politik di tanah air telah bermetamorforsis dari teman canggung menjadi aliansi yang tidak terpisahkan.
Harus diingat, konsumen politik di pemilihan umum mendatang begitu sesak dengan kemunculan anak muda sebagai pemilih.
Tipikal anak muda yang suka humor, plesetan, roasting, stand up comedy, dan komika yang melek politik menjadi idola pemilih milenial.
Pemilih pemula dan kaum milineal sangat antipati dengan kehadiran tokoh yang jutek, tidak bisa santuy, dan pemarah.
Harus ada kesegaran, kebaruan, dan up to date dalam isu-isu di media sosial dalam sosok yang diidolakan milenial.
Momentum seperti inilah yang berhasil ditangkap oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sehingga setiap penampilan mereka di media sosial selalu mengundang “like”.
Barack Obama yang paham dengan kekuatan humor dalam politik menggaet komedian Zach Galifianakis untuk membuat talk show. Zach telah memenangkan penghargaan Emmy untuk parodi Between Two Fems.
Tentu saja topik yang dibahas dalam rangkaian kampanye Pilpres AS di tahun 2014 itu adalah program unggulan Obama di bidang asuransi kesehatan Obamacare.
Sasaran acara ini jelas yakni kawula muda yang tidak mengenal manfaat asuransi. Alhasil, selama dua periode, Obama sukses menjadi Presiden AS yang digandrungi anak muda. Obama juga mudah tertawa dan ditertawakan oleh audiensnya.
Baca juga: Humor Gus Dur soal Polisi Jujur, antara Tito Karnavian dan Nasib Ismail Ahmad
Lebih ekstrem lagi, komedian yang juga bintang serial televisi Volodymyr Zelensky berhasil mengalahkan presiden petahana Petro Poroshenko di Pilpres Ukraina pada 2019.
Narasi humor yang dibangun Zelensky dan pendukungnya berhasil meyakinkan rakyat Ukraina yang begitu lama terbelenggu dalam rezim otoriter Uni Soviet.
Pelawak-pelawak kita juga bisa sukses terpilih menjadi anggota DPR. Nama komedian Eko Patrio sampai sekarang masih tercatat sebagai anggota Dewan untuk periode ketiganya.
Sementara Tubagus Dedi Suwendi Gumelar atau lebih dikenal dengan Miing Bagito dan Nurul Qomar hanya sempat menjadi anggota parlemen selama satu periode.
Di tanah air sendiri, ketegangan antar politisi dan partai politik sangat tinggi karena mayoritas politisi kita cenderung berkomunikasi dengan konteks tinggi. Tidak terbiasa menyelesaikan konflik secara bertatap muka apalagi santuy.
Galibnya, para politisi kita tidak terbiasa untuk berbeda pendapat dan mengelola konflik yang terjadi secara elegan dan memunculkan konsensus.
Bukankah politik itu adalah seni membuka ruang-ruang kompromi baru yang bisa diterima banyak pihak?
Humor dalam politik bisa dilakukan untuk membuat konsensus terjadi dalam canda dan tawa, melupakan perbedaan yang frontal.
Mendiang Gus Dur kerap berujar, ”Gitu aja kok repot” untuk menanggapi setiap persoalan yang dianggap pelik oleh banyak orang.
Politik adalah kegembiraan, bukan permusuhan yang terus menerus dipertahankan dengan abadi.
Semoga segregasi politik yang pernah terjadi di Pilpres 2014 dan 2019 tidak terjadi lagi di Pilpres 2024.
Humor harusnya meniadakan kampret, cebong, kadrun dan sejenisnya.
Mari kita tertawakan politisi kita sebelum politisi melupakan kita. Mari kita puaskan roasting politisi, sebelum politisi sibuk memikirkan dirinya sendiri dan partainya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.