Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Humor Politik dan Politik Humor ala Anies Baswedan dan Kiky Saputri

Kompas.com - 12/11/2021, 12:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saat peluru meriam dan tembakan bedil tidak mampu mengalahkan musuh
Saat kritik tajam dan kritik halus tidak ditanggapi rezim
Saat demonstrasi tak lagi menjadi alat penekan
Saat itulah humor menjadi pengingat

LARIK-larik kalimat ini saya tulis spontan untuk menggambarkan betapa pentingnya humor dihadirkan dalam ruang politik yang pengap.

Ketika wajah politik menjadi kasar tanpa kompromi, bisa jadi humor merupakan ruang katarsis yang ampuh.

Selain soal kemampuan mengolah kata dan gestur yang menimbulkan kelucuan, humor efektif melenturkan perbedaan tajam di antara pihak yang berkonflik.

Brian Mc Nair (2011) menyebut, dalam komunikasi publik ada cara-cara yang bisa dilakukan untuk menghasilkan respons positif dari audiens.

Dengan kata lain, ada contoh-contoh komunikasi politik yang “baik” dan “buruk” jika dinilai dengan kriteria estetik.

Baca juga: Menilik Gaya Komunikasi Politik Sontoloyo ala Jokowi dan Tampang Boyolali ala Prabowo

Humor Indonesia dari masa ke masa

Kedigdayaan Soeharto yang selama 31 tahun menjadi presiden tidak terusik, suatu saat “luluh” saat penceramah yang diundang Istana, KH Zainuddin MZ, membuat “joke” yang menyentil Soeharto.

Dai sejuta umat itu mampu menghadirkan kritik dalam bentuk humor dalam kotbahnya tanpa si penerima kritik merasa terkritik. 

Selama Soeharto memimpin “daripada” Indonesia, pelawak-pelawak kita lebih mengekspolitasi tubuh untuk menghadirkan kelucuan ketimbang bermain kata-kata untuk menyentil kondisi sosial politik terkini. Pilihan itu diambil mungkin karena Orde Baru sangat alergi terhadap kritik. 

Grup lawak Srimulat sangat jago menghadirkan kelucuan dengan eksploitasi tubuh. Gepeng yang yang memakai bedak, Tessy yang berdandan ala perempuan, Asmuni yang menarik kursi Tarzan hingga jatuh, dan lain-lain mampu membuat penonton terbahak.

Ini adalah cara melawak yang aman. Pasti lolos tampil karena tidak menyinggung stabilitas politik.

Baca juga: Kisah Hidup Tessy Srimulat, 6 Bulan Menganggur dan Diselamatkan Jenderal

Grup lawak Warkop yang awalnya bermain kata-kata dan menyentil sana-sini saat tampil di Radio Prambors di awal karier mereka, mengubah gayanya menjadi mengeksploitasi tubuh di film-film mereka.

Mimik wajah jenaka dan tubuh perempuan adalah salah satu resep kelucuan film-film Warkop. Kalau pun ada "kata-kata", biasanya menyinggung satirnya kehidupan di masa itu.

Saya yakin materi-materi lawakan mereka sebetulnya ingin menertawakan keadaan yang terjadi pada saat itu tetapi tentu harus disesuaikan dengan selera penguasa.

Pemain ludruk legendaris Kartolo kerap memasukkan lirik “bekupon omahe dhoro, melu nippon tambah sengsoro”. Artinya, kandang kecil rumahnya burung merpati, ikut penjajah Jepang tambah sengsara.

Kata-kata itu menjadi adegan pembuka ludruk di RRI dan TVRI di periode 1970–1980. Penonton kerap memaknai ucapan itu dengan makna beragam. Ada yang menganggap, hidup di masa Soeharto tambah susah dan sengasara.

Satu dekade terakhir, kelucuan-kelucuan hadir dalam sosok para stand up comedy yang mampu mengemas kata dan membalikkan logika. 

Ir Lies Hartono alias Cak Lontong menjadi populer karena salam lontongnya kerap menertawakan kondisi terkini tanpa membuat pihak-pihak yang dijadikan bahan lawakannya tersinggung.

Brazil, Italia, Jerman boleh kampiun di bidang sepakbola karena mereka bertiga bergantian menjadi juara Piala Dunia, kata Cak Lontong.

Faktanya, tidak satupun dari tiga negara ini bisa mengalahkan PSSI karena kenyataannya memang PSSI tidak pernah berjumpa di laga kompetisi internasional.

Agar prestasi PSSI tidak pernah kalah dari Brazil, Italia dan Jerman, menurut Cak Lontong, cegah PSSI untuk bertanding.

Baca juga: Kisah Cak Lontong dan Sepotong Roti untuk Mengadu Nasib di Jakarta

Demikian juga dengan Butet Kartaredjasa yang mendahului era Cak Lontong. Ia sudah memelopori gaya humor yang menirukan gaya bicara semua presiden. Monolog Butet sarat dengan kritik berani dan menohok jantung kekuasaan.

Ketika butet menirukan gaya bicara Soeharto, penonton merasa era kekuasaan yang koersif kembali hadir. Saat Butet menjadi Habibie, kita melihat kejeniusan ternyata mengandung canda.

Demikian juga ketegasan ala SBY dimainkan Butet dengan humor tingkat tinggi. Ketika Butet memainkan peran sebagai Gus Dur, para pendukung Andurrahman Wahid atau Gus Durian juga tidak tersinggung.

Gaya Butet terbilang cerdas. Sekat antara humor dan politik menjadi begitu tipis.

Sejarah mencatat, dalam sebuah rapat Sarekat Islam (SI), Haji Agus Salim saling ejek dengan Musso tokoh SI yang belakangan menjadi petinggi di Partai Komunis Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com