Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permendikbud PPKS Dinilai sebagai Langkah Progresif Restorasi Hukum Kekerasan Seksual

Kompas.com - 11/11/2021, 18:11 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani menilai, Permendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS) merupakan langkah progresif dalam restorasi hukum terkait kekerasan seksual. 

Setara, kata dia, mengapresiasi langkah progresif tersebut.

"Ada langkah progresif dalam restorasi substansi hukum pada Permendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS)," ujar Ismail dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/11/2021).

Baca juga: Atur soal Consent dalam Kekerasan Seksual, Permendikbud 30/2021 Dinilai Progresif

"Menteri Nadiem (Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim) secara tegas menunjukkan kepeduliannya pada upaya penghapusan kekerasan seksual yang sangat memprihatinkan di lingkungan pendidikan," lanjutnya.

Selain itu, Setara Institute juga mengapresiasi Menteri Agama Yaqut Choilil Coumas yang mendukung dan akan menerapkan Permen PPKS tersebut di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).

Ismail menilai, kebijakan pemerintah melalui dua menteri tersebut merupakan langkah signifikan yang strategis bagi upaya penghapusan kekerasan seksual, khususnya di lingkungan pendidikan tiinggi.

Oleh karenanya, dalam konteks serupa, Setara Institute mendesak DPR RI untuk segera memproses pengesahan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) menjadi undang-undang.

"Publik tentu dapat melihat bahwa draft UU PKS masih stagnan di DPR. Mestinya DPR memiliki keberpihakan politik yang progresif terhadap perempuan dan korban kekerasan seksual sebagaimana ditunjukkan dalam Permen PPKS," tutur Ismail.

"Permen PPKS seharusnya melecut DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS menjadi undang-undang," tegasnya.

Lebih lanjut, Ismail juga mendesak pemerintah untuk melakukan sosialisasi secara lebih luas kepada masyarakat.

Hal ini untuk mencegah disinformasi yang dikampanyekan oleh kelompok-kelompok konservatif dengan narasi misleadingbahwa Permen PPKS adalah legalisasi zina.

"Selain itu, pemerintah mesti melakukan dialog yang lebih ekstensif dengan organisasi-organisasi keagamaan mengenai substansi hukum Permen PPKS yang secara ideal melindungi perempuan dan korban kekerasan seksual di perguruan tinggi," ungkap Ismail.

Lebih lanjut, Ismail berpendapat bahwa Permen PPKS merupakan payung hukum yang dibutuhkan dalam upaya penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, terutama melalui jaminan perlindungan terhadap korban dan saksi, sebagaimana dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c Permen PPKS.

Sebab secara faktual, ketiadaan jaminan atas perlindungan terhadap korban dan saksi menjadi penghambat utama dalam pelaporan kasus kekerasan seksual.

Dengan adanya Permen PPKS ini, Setara Institute juga mendorong seluruh juga mendorong seluruh elemen dan stakeholder di lingkungan perguruan tinggi untuk segera mengimplementasikan langkah-langkah dalam upaya pencegahan sekaligus penghapusan kekerasan seksual.

"Misalnya, melalui sosialisasi dan diseminasi materi tentang isu-isu pencegahan kekerasan seksual, pembuatan Peraturan Rektor tentang pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual, pengembangan mekanisme layanan pelaporan, dan upaya-upaya implementatif lainnya," tambah Ismail.

Sebelumnya, Menteri Nadiem menerbitkan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 pada 31 Agustus 2021.

Aturan ini dibuat agar menjadi landasan hukum bagi petinggi perguruan tinggi dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Di dalam beleid ini yang dimaksud ranah kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, serta melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam Pasal 5, setidaknya dicatat ada 21 bentuk kekerasan seksual yang secara tegas diatur dalam aturan tersebut.

Baca juga: Permendikbud Ristek 30/2021: Perguruan Tinggi Wajib Evaluasi Pencegahan Kekerasan Seksual

Beberapa di antaranya berupa melakukan tindakan kekerasan seksual yang tidak mendapatkan persetujuan (consent) korban.

Kemudian, tindakan diskriminasi atau pelecehan yang berintensi seksual, baik melalui ujaran, tatapan, ataupun virtual.

Selanjutnya, tindakan memaksa serta memperdayai atau memanupulasi korban untuk melakukan aktivitas seksual hingga melakukan abrosi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Nasional
3 Cara Isi Saldo JakCard

3 Cara Isi Saldo JakCard

Nasional
Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Nasional
Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan 'Amici Curiae', Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan "Amici Curiae", Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Nasional
MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

Nasional
Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Nasional
Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com