6. Melakukan koordinasi dengan unit yang menangani layanan disabilitas, apabila laporan menyangkut korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dengan disabilitas.
7. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian pelindungan kepada korban dan saksi.
8. Memantau pelaksanaan rekomendasi dari Satuan Tugas oleh Pemimpin Perguruan Tinggi; dan
9. Menyampaikan laporan kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kepada pemimpin Perguruan Tinggi paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan.
Baca juga: Setara Harap Permendikbud 30/2021 Jadi Pelecut DPR Sahkan RUU PKS
Adapun dalam menjalankan tugas, Satgas memiliki wewenang sebagai berikut:
1. Memanggil dan meminta keterangan korban, saksi, terlapor, pendamping, dan/atau ahli
2. Meminta bantuan pemimpin perguruan tinggi untuk menghadirkan saksi, Terlapor, pendamping, dan/atau ahli dalam pemeriksaan
3. Melakukan konsultasi terkait Penanganan Kekerasan Seksual dengan pihak terkait dengan mempertimbangkan kondisi, keamanan, dan kenyamanan korban, dan
4. Melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi terkait dengan laporan kekerasan seksual yang melibatkan Korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
Sebelumnya diberitakan, Kemendikbud Ristek mengatakan, selama ini tidak ada payung hukum yang mengatur pencegahan dan penindakan kejahatan terkait kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Padahal, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek Nizam kekerasan seksual adalah masalah yang sangat mengkhawatirkan.
“Selama ini tidak ada payung hukum bagi pencegahan dan penindakan atas kejahatan atau kekerasan seksual yang terjadi di kampus-kampus kita,” kata Nizam kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).
Baca juga: Soal Permendikbud 30/2021, Frasa Tanpa Persetujuan Korban Dinilai Lindungi Korban dari Sanksi
Menurut Nizam, selama ini para korban, khususnya mahasiswa, takut untuk melaporkan kekerasan yang menimpa dirinya.
Para korban, lanjut dia, juga tidak tahu ke mana harus melapor, serta tidak yakin akan mendapat perlindungan dan tindak lanjut jika melaporkan kasusnya.
Selain itu, ia mengatakan, salah satu alasan pimpinan perguruan tinggi tidak menindaklanjuti laporan kekerasan seksual adalah karena ketiadaan payung hukum.
“Banyak adik-adik BEM dan organisasi mahasiswa lainnya menyampaikan laporan serta kajian tentang hal ini dan meminta Kementerian untuk memberikan payung hukum yang jelas,” ucap dia.
Oleh karena itu, Kemendikbud Ristek kini menerbitkan aturan yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Aturan itu termuat dalam Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang diterbitkan pada 31 Agustus 2021.
“Permendikbud Ristek ini fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus,” kata Nizam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.